Laman

Total Tayangan Halaman

Rabu, 30 Maret 2011

Kasih Ibu ‘PRT’, tak putus asa




“Menjaga, tidak mudah tetapi mempertahankan lebih dari sulit dan membutuhkan perjuangan tinggi”. Hal inilah yang terbesit dalam pikiranku kepada perempuan (seorang ibu) yang mempertahankan dan merawat anak bayi perempuan ketika suaminya justru meninggalkan dalam kondisi mereka membutuhkan kasih sayang dan perlindungan. Alasan materi sudah menjadi hal umum, begitu pula keadaan.  Mungkin kisah nyata ini terjadi pula bagi sebagian dari sekitar kita atau cerita dari kenyataan orang lain, tetapi untuk keluarga yang satu ini bagiku adalah besar dalam memperjuangkan kasih yang begitu tulus tanpa di ucapkan, meski dengan tindakan perlakuan sang ibu diluar kasih ibu yang baik. Sekali lagi ku tekankan bila melihat dan merenunginya bahwa dari sekian banyak yang terperhatikan dan sejauh mataku memandang dengan pengetahuanku terhadap kehidupan sekitar, dialah yang menjadi tolak ukurku bahwa hidup ini adalah perjuangan dan butuh ketabahan. Agama memang sama, pendidikan, materi dan kemampuan serta kemauan setiap orang berbeda… maka inilah yang menjadi tolak ukur aku dalam menilai seseorang terutama  sang ibu dalam membesarkan buah hati serta menjaganya.

Dengan tega tanpa memiliki perasaan bersalah seorang ayah tega meninggalkan buah hati (dengan alasan apapun aku tidak mampu untuk berpikir kepada kebaikan ayahnya, tidak sepatutnya setelah sudah terjadi pernikahan dan hidup bersama dan hadirnya buah hati pergi begitu saja) justru berlabuh dengan kehidupan yang baru dengan perempuan lainnya. Bukan maksudku mendiskriminasikan lelaki tetapi untuk  Ibu bersama bayi yang tak berdosa terlalu tega untuk ditinggalkan. Dia bertahan dengan kondisi yang ada. Ketika bayi meranjak masa kanak-kanak, terlihat jelas bahwa dia memiliki kekurangan dengan kecacatannya, ketidakmampuan berjalan normal dan tangan dengan jari-jari yang tidak sempurna. Meski ada kesedihan, Ibu tetap mempertahankan hidup dengan bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) paruh waktu, dengan pendapatan seadanya dan menharapkan kebaikan tinggal dikontrakan sepetak dan tidur dan peralatan rumah tangga seadanya.

Agar dapat bekerjapun dia meninggalkan hatinya dirumah, sedangkan raganya dipekerjakan untuk orang lain, berharap dan cemas agar anak perempuannya tidak terjadi apa-apa.

            Semakin terlihat jelas, bahwa buah hatinya ternyata memiliki kekurangan berupa tidak dapat berjalan dengan sempurna. Emosi jiwa merasuki ibu sehingga kadang kesadaran dan perlakuannya membuat buah hatinya terluka dengan pemukulan phisik, perkataan tidak selayaknya pun terbesit dan terlontar kepada buahhatinya, hal ini karena kekecewaan kepada keadaan juga suami yang meninggalkan. Tetapi Ibu berkata: “Ibu berjanji akan membesarkan dan menjagamu sekuat tenaga, hingga kelak kamu menemukan laki-laki yang bersedia menjagamu”. Kekhawatiran ibu begitu besar, dia tidak ingin anaknya terluka oleh orang lain, dia tidak ingin anaknya jatuh dalam pelukan atau pernikahan yang tidak bertanggung jawab seperti yang dialaminya.

            Meski sekeliling ada saja yang menjadikan kekurangan buah  hatinya sebagai bahan ejekan, tetapi Ibu tetap menjaga dan membesarkan sekuat tenaganya. Walaupun ada keluhan tetapi kegigihan dan kebesaran jiwanya tetap pada kata kasih dan sayang. Air mata kadang mengalir deras tetapi kepada siapa dia meski memohon peradilan didunia dan menuntut perubahan, hanya berserah dan pasrah terhadap kenyataan dan keadaan. Dia mengerti Tuhan tidak tidur dan ada pembalasan, dia tahu dan mengerti ari dosa dalam mendidik anak dengan kekurangannya.

            Meranjak remaja, karena kekekurangan tidak menutup mata anaknya untuk bekerja seperti ibunya, dia mau membantuku bekerja bantu-bantu. Memang banyak kekurangan kutemukan ketika kami bersama untuk satu team dalam pekerjaan rumah, yang terbesit dalam pikiranku butuh kesabaran besar dalam hidup bersamanya, karena kekurangan phisiknya kadang pikirannya tidak searah dengan tindakannya. Aku berusaha mengerti keluhannya terhadap ibunya, awalnya aku merasakan betapa nestapanya hidup dia dengan kekejaman mamanya dalam emosi jiwa menganiaya dirinya, tetapi kembali dan kurenungkan segala sebab ada akibat.

            Kejadian dan perjalanan hari demi hari dilaluinya dengan meninggalkan cerita untuk masing-masing lembaran hidupnya. Hingga meranjak dan memasuki usia 20 (duapuluh) tahun putri satu-satunya telah dewasa dan mengenal laki-laki, satu diantaranya bersedia akan menikahinya dan menjaganya. Naluri ibu berkata, inilah saatnya dia layak hidup berdampingan dengan lelaki pilihannya. Pernikahan berjalan apa adanya dengan dihadiri kerabat dekat dan Bapaknya berlangsung hikmat. Kini mereka tinggal bersama dalam kontrakan yang ke tiga kepindahannya dengan dihadiri buah hati yang menjadi cucu yang didambakan, tanpa cacat dan begitu manisnya menjadikan keluarga mereka bertambah suka cita. Benar adanya janji Ibu dalam menjaga dan memperjuangkan hak anaknya untuk hidup bahagia kini lengkap sudah bersama lelaki yang berhati tulus mampu menerima kekurangan yang ada dalam kebersamaan.

            Disisi lain, setahun belakangan ini ku tertegun dengan ketabahan Ibu dengan hidup berdampingan di kontrakan 3 (tiga) ruang dengan 3 (tiga) anak remajanya yang sudah memasuki usia dewasa, satu diantaranya adalah pekerja rumah tangga dirumahku. Mereka hidup berdampingan dengan segala yang dimilikinya yang merupakan penompang ketabahannya. Segala sesuatu sebagian dari kita memang tidak ada yang pernah menyangka, penyakit stroke papanya hadir kala mereka membutuhkan sosok ayah dengan kekuatannya. Berbagai cara telah mereka lewati untuk kesembuhan ayahnya, hingga pada akhirnya nasib memintanya untuk perjuang sehingga menjual rumah yang ditinggalinya di tahun 2003 dan hidup dikontrakan yang ditempatinya saat ini. Ibu dengan gigih memperjuangkan hidup bersama sebagai PRT dan didampingi putra-putrinya yang begitu menyayangi kedua orangtuanya dengan sepenuh hati dan penerimaan atas takdir yang ada. Kembali kutertegun dengan guratan ibu, memendam segala keinginannya dengan gigih mengumpulkan kepingan yang dihasilkan bersama untuk memenuhi kehidupannya, kembali aku di ingatkan atas kalimat “no body perfect”, hidup adalah perjuangan.
           
Tetap dihatinya masing-masing menyimpan keinginan untuk kesembuhan ayah terkasih, karena keadaan yang tidak memungkinkan mereka perjuang bersama untuk meraih apa yang diharapkan, dan berserah kepada nasib dan takdir kedepan. Kepasrahan dan doa tetap di panjatkan untuk kebersamaan meski  dalam kekurangan, agar segala sesuatu dapat dipikul lebih ringan.

Levina NyT

Selasa, 29 Maret 2011

Kasih Alam, menanti sayangmu




Kata peduli tidak cukup, bila diri masih tak menyayangi
Prilaku merasuki, membuat lingkungan terluka
Karena manusia mahluk terunggul, sifat berkuasa merasuk di dada
Melupakan hukum dan ekologi,
Melupakan hidup sosial dan saling berbagi
Berpikir hanya kesenangan diri, membuat dan membawa kesengsaraan mahluk sekitar…

Jangan berteriak dan berkata… Peduli aku…. Peduli!, tetapi engkau mengusai
Ketika kantong dipenuhi lembaran bukan recehan, sehingga segala dapat dibeli
Menguasai alam surgawi diraih dalam dunia…
Pikirkanlah… hidup juga ada lainnya, bagaimana penerus kita?
Dimana akan ditempatkan, bumi hanya satu.. patut dijaga dengan raga
Raga yang mengerti arti berbagi dan menjaga sepenuh hati.

Hubungan mahluk dengan pencemaran, bukan mahluk yang lainnya…
Manusia penyebab segala perkara, sikap ekologi patut dijaga
Untuk setara dan seimbang.
Bila engkau ambil kekayaan bumi..
Benihkanlah dengan sempurna, menjaga dengan penghijauan
Bila terlanjur engkau merusak, berhentilah ... jadikanlah pengerak dalam sumbu….
Sumbu penerangan … bagi bumi yang telah sekarat
Mengangis karena di injak, tanpa dipedulikan karena telah dikhianati
Bangkitlah bersama .......
Juga peduli bagian lainnya untuk penerus kita.
Levina NyT

Minggu, 27 Maret 2011

KELAHIRAN JIWA YANG BARU (‘KEHAMILAN YANG MENAKJUBKAN’)



Sudah menjadi hal biasa, setiap pernikahan mengharapkan kehamilan dibulan-bulan awal…. Begitu pula saya, kehamilan saya nantikan dari awal bulan pernikahan karena kekhawatiran atas pertanyaan sekitar “Udah hamil atau bulan?”.  Tidak terlalu gencar tetapi doa  diutarakan dalam hati dan praktek menuju kehamilan kami lakoni.

Menjelang 2 (dua) bulan pernikahan bersyukur positif hamil, awal pernikahan dan kehamilan  menjadi hari-hari yang dipenuhi suka cita dan berwarna, meski ada kalanya lebih banyak fokuskan kepada adaptasi pernikahan itu sendiri. Hari sensitif dan kegelisahanpun tiba, aku meski beradaptasi dengan janin yang ada diperutku, ketika memasuki 3 (bulan) kehamilan dan ini hal yang sangat luar dari kebiasaanku…. muntah, mual, gelisah dan was-was menyelimuti keseharianku.
 Aktivitasku kala kehamilan pertama bukan hanya sebagai Ibu rumah tangga saja, tetapi dibarengi dengan bekerja dan kuliah dihari saptu penuh, demi mengejar cita-cita yang masih tertunda ….. gelar sarjana serta ambisi untuk lebih maju. Karena dengan phisikku yang bisa dibilang sedikit kurus membuat suami suka menegur agar aku meski banyak makan bergizi dan minum susu Bumil (Ibu Hamil)…. Nah, inilah yang menjadi permasalahan utama, aku ngak sanggup atau tidak mampu minum susu. Tiap kali kuberusaha untuk meminum susu (terutama susu putih) menjadi muntah melebihi kadar susu yang masuk dalam perutku, dikatakan oleh dokter bahwa aku alergi susu, maka dengan gantinya meski banyak makanan yang mengandung protein dan kalsium. Sampai suatu saat aku berpikir bila ada kapsul yang buat aku kenyang dan bergizi  lebih baik aku mengkonsumsinya daripada tersiksa seperti ini.

Dalam keletihanku, kadang kami sering kali dipertemukan dengan konflik komunikasi dan perbedaan pemikiran, kembali mengingatku kala kantor mengadakan liburan keBali (pada usia kandungan meranjak 3 bulan) dan dipersilahkan untuk membawa keluarga, aku mengundang Teguh sebagai suami untuk turut serta. H-1 kami pulang kerja dan keletihan, untuk berkemaspun aku sangat keletihan dan suamipun sama, ternyata paginya kami bangun terlambat yang semestinya jam 4 (empat) sudah bangun, kami bangun jam 5 pagi sedangkan pesawat jam 6.30 wib, kami bergegas dan berargumentasi, aku begitu sensitif di setiap jalan kutangisi keterlambatan ini karena sudah pasti tertinggal pesawat dengan rekan lainnya, benar adanya pesawat sudah menuju Bali, dan sialnya lagi aku ketinggalan bahan presentasi milik boss yang meski kuserahkan di Bali, meminta tolong kakak tetapi sungguh menjadi masalah yang bertambah, kudapati seorang kakak yang yang sangat lama datang dan menunggu…. Yaaa tapi nasib, semakin kutangisi semakin ironis, terpaksa kami membeli 2 (dua) tiket baru setelah kakak yang lama kunanti akhirnya datang juga dengan santainya. Inilah perjalananku yang pertama kali dengan pesawat, tibalah kami di Bali. Perjalanan baru bagiku dengan banyak cerita, tidak menikmati tetapi banyak hikmah yang kudapat, sangat menjengkelkan dengan kondisi kehamilanku aku meski ikut rombongan menaiki Ferry untuk kepulau seberang, disepanjang perjalanan tak ada nikmat bagiku yang ada muntah dan muntah….  Dibalik kepayahanku beryukur atasanku mengingatkanku… “Lihat Vina suami kamu dengan setia mengikuti dan menjaga kamu dimanapun kamu berdiri”, ku ingat dan kulihat dalam benakku berpikir meski hari-hari kami ada saja argumentasi tetapi sikap dia menunjukan berusaha untuk menjaga kondisiku, meski dengan kaku dan kecangungan dalam prosesnya.

Menjelang usia 8 (delapan) bulan, phisikku sudah semakin baik… berat badan bertambah dengan draktis dan semakin gemuk, guratan diperutku semakin banyak karena merasa gerah dan panas dikala malam hari membuatku lebih nyaman mengaruk bagian sisi tubuhku yang gatal dari dalam, lebih sering ku lakoni mandi tengah malam untuk menghilangkan kegerahan. Dengan kondisi tinggal dikontrakan aku merasa kontrakan ini semakin sempit dengan kebesaran tubuhku, kesana atau kesini sering kali menyenggol sesuatu. Bersyukur memiliki pembantu rumah yang pulang pergi, tetapi kesalnya kala si embak sedang ada konflik keluarga dia sering kali tidak masuk kerja, sehingga pekerjaan rumah tangga meski ku lakoni pula kadang diwaktu malam kala sepulang kerja, bersyukur lagi suami dapat membantu.

Dipertemukanlah dengan mingu-minggu yang dinanti, dokter menganjurkan agar kami lebih merangsang janin untuk menuju persalinan dan hal tersebut kami kerjakan, aktivitas jalan pagi dan lainnya. Sampai hari H kelahiran, aku belum menemukan tanda-tanda persalinan sehingga dokter begitu khawatir. Masa ke 3 pertemuanku dibulan ke Sembilan, dokter menganjurkan bila di hari senin aku tidak ada tanda-tanda persalinan atau mulas karena sudah melebihi harinya di 10 (sepuluh) bulan kandungan, aku meski di seccar, hal ini tidak diinginkan oleh kami terutama aku, selain itu menjadi bahan perbincangan pula di keluarga kami. Hingga Teguh mengajakku ke kebon teh di puncak Bogor, sesampainya di dekat masjid At-Tawun, Teguh memintaku untuk berjalan mengelilingi kebon teh disekitar masjid, kami naik turun puncak, hingga akhirnya sudah cukup letih, kami pulang. Besok harinya dengan kegigihan untuk berusaha, akhirnya tanda-tanda persalinanpun dipertemukan, malam itu juga sekitar jam 22.00 wib, kami berangkat kerumah sakit, dan suster meminta kami menginap, tetapi bersalinan tidak berlangsung malam itu juga…. Mulas yang berkepanjangan kurasakan, darah keluar dan seperti mau mengeluarkan sesuatu ku kembali ke toilet tetapi tidak ada yang keluar… aku tidak dapat mengkonsumsi makanan berlebihan hanya minum, doapun kami panjatkan… besoknya Teguh meski pulang dan bergantian dengan Ibu, ternyata masih mulas pula yang kurasakan, doa Ibu kudengar di berikan untukku serta anjuran dengan caranya tetapi membuatku justru semakin tidak nyaman. Ternyata naluriku memberi aba, kuhubungi Teguh untuk segera datang dia tertidur dirumah…. “ Ini saatnya aku bersalin”….

Tidak beberapa lama Teguh datang untuk menemaniku… sekitar pukul 3 sore, kami menuju ruang persalinan, ironis… dokter tak kunjung datang… yang ada suster dan Bidan, meminta aku untuk menahan nafas untuk tidak ngeden (merangsang bayi keluar karena khawatir bayinya keluar belum saatnya… karena aku rasakan dia sudah di ujung dan dapat tersentuh ditanganku selain itu bidan menahan kepala bayiku agar tetap pada tempatnya) 15 menit diruang bersalin… dokter datang… dia bersiap memintaku untuk menekan dan buang nafas pada hitungannya …. “ aku sudah tidak tahan” keluar dengan guntingan ternyata melebar dengan posisiku yang salah membuat robekan dan jahitan yang cukup banyak…. Aku mengalami pendarahan… dengan kelelahan dan rasa syukur kami panjatkan kepada Illahi Rabbi dan tangisan Teguh hadirlah  bayi yang kami nantikan…. Lanika (nama yang telah kami persiapkan). Inilah pengalaman pertama perjuangan seorang ibu kini kurasakan dan telah kujalani, hingga ku menyadari pengorbanan Ibu begitu besar untuk kehadiran bayi yang dinanti… tetapi setelah melahirkan rasa letih itu telah dibayar dengan buah hati terkasih. 
LevinaS
Di ikutsertakan dalam: LOMBA MENULIS 2011 'KEHAMILAN YANG MENAKJUBKAN

Kamis, 24 Maret 2011

Dongeng Handphone menjadi Sahabat



“Kakak, sini dech, Papa mau ngomong….. “
“Tapi papa khan lagi pergi mah keluar kota!”
Iya, tapi Kakak bisa ngobrol sama papa pakai handphone mama”
OOo….. iya deh…

Untuk beberapa lama Lani ngobrol dengan papa di handphone mamanya, di iringi senyum dan rayuan serta kadang tertawa… wah pokoknya asyik dech, seperti ngobrol langsung dimeja makan atau diruang keluarga. Lani memiliki adik yang berusia meranjak 3 (tiga) tahun yang bernama Rama, mereka akrab…. tapi…. kalau sudah rebutan sesuatu bisa seperti kucing dan musuhnya kucing….he….he… (bukannya kucing dan anjing lho… karena terlalu musuh banget…. khawatir musuhan beneran!). Pernah suatu hari mama berpesan kepada Lani:

“Kakak, kalo ada suatu yang penting dan meski kakak sampaikan ke Mama dan kejadian lain yang buat Lani takut, ini mama sudah tulis dan simpan nomor penting yang meski Mbak hubungi, dan lani bantu ingetin mba yaaa…
 “Iya, mama”
“Mba juga sudah simpan di hanphonenya nomor mama dan papa.”
“Mama, aku juga pengen punya henpon….henpon apa sih artinya mah?”
“artinya telepon tangan atau telepon gengam dan bisa dibawa kemana-mana”
“Mama, khan mba udah punya henpon, kalo yang ini buat aku yaa..”
“Lani, handphone itu bukan mainan, tapi meski untuk digunakan dan kalo lani mau memang buat apa?”
“Aku, simpan ditasku, khan mama yang bilang kalo terjadi apa-apa ….. aku bisa pakai henpon buat telepon mama”
“Tapi dengan syarat henpon ini tidak boleh dibawa kesekolah yah.., hanya untuk pergi bersama diluar sekolah”

Handpone tersebut biasa hanya untuk komunikasi saja, sengaja mamanya belikan untuk disimpan dirumah sebagai pengganti telepon rumah. Kembali Lani bertanya kepada mamanya:

“Mama, apa sih bedanya telepon sama henpon?!!”
Eeehmm, kalo yang itu mama cerita yaahh!!!....

“Kalo dulu biasanya mama telepon nenek lewat telepon rumah, warnet atau telepon koin yang ada ditempat-tempat tertentu, dengan begitu memudahkan mama, nenek dan lainnya untuk berbicara jarak jauh…. Tapi teleponnya nga bisa dibawa jauh-jauh meski dekat dengan saluran kabel yang sudah di pasang dengan teleponnya, nanti kalo jauh-jauh bisa copot atau tidak terdengar, meskipun ada yang model telepon tanpa kabel meski memiliki area tertentu yang sudah memiliki jaringan, naaah …. dengan handphone saat ini mama, papa, nenek dan siapapun bisa berbicara dimanapun yang penting ada sinyal atau area terjangkau juga nga meski pakai kabel lagi”.

“oooo begitu, kalo sinyal apa yaaa maahh!?”
“Sinyal itu seperti ini (sambil mama memperlihatkan handphone yang berdekatan dengan gambar baterai garis-garis), naah …bila garisnya berkurang berarti sinyalnya sedikit lemah,  dan yang ini namanya baterai atau tenaga agar handphone tetap aktif, bila baterainya lemah harus di charger dech…. Charger berarti mengisi baterai lewat daya listrik”.

Pada hari libur kerja mama mengantar lani untuk ikutserta dengan lomba sekolah yaitu perlombaan menggambar tingkat SD se Bekasi yang acaranya diadakan diTaman Mini. Lani sangat senang sekali karena diantara hobinya adalah menggambar, adiknya pun turut serta bergabung. hari Libur membuat suasana  disana sangat ramai, sehingga orang-orang berjalan saling berdekatan dan kadang bersenggolan, Mama sangat khawatir terhadap sikecil sehingga meski digedong, tak menyangka dengan situasi tersebut meski bersama rombongan mereka berjalan berhimpitan kondisi yang tidak di inginkan terjadi.......Lani terlepas dari gengaman tangan mama.
“Lani…. Lani….”
“Mama…. Mama….”

Belum sempat tiba di lokasi pertemuan lomba, Lani sudah menghilang untuk beberapa menit dari mamanya. Mama begitu panik dan menepi dari jalan utama. Dari kejauhan Lani pun melakukan hal yang sama. dan Lani teringat apa yang disampaikan mama untuk menghubunginya lewat handphone dikala menghadapi masalah. Diteleponnya mama…. Nada dering mama pun dari tas terdengar,”mama… bunyi…bunyi…. kata Rama sambil mencolek pipi mamanya.
“Mama, dimana?!!”
“Lani,…. Mama disini didekat taman…. Kamu disebelah mana sayang…?!!

Akhirnya setelah mama mengetahui Lani berada segera menjemput dan memeluknya. Inilah handphone menjadi sahabat dan selalu bersahabat untuk dipergunakan semestinya. Senangnya Mereka hingga dapat berkumpul dengan lainnya di acara lomba menggambar.

Levina NyT

Cerpen ini di ikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anak (Dongeng) Sarikata.com 2011



Rabu, 23 Maret 2011

DIA DATANG UNTUK MEMBAHAGIAKANKU



 Ketika usia remajaku cinta tumbuh kapan saja dihatiku, begitulah aku dengan perasaan cinta yang mengebu membuat hatiku tiap kali melihat lelaki yang menarik  hatiku selalu berbunga-bunga dan merekah. Cinta datang dan pergi dalam kehidupanku, menggambarkan sisi remajaku yang dipenuhi petualangan cinta, karena kehadirannya tidak memberi kenyamanan dan keteduhan kadang kubiarkan dia pergi dari sisiku, dikala cinta itu mengiringiku pada kepiluan yang mendalam jiwa ku bagaikan di iris sembilu, lelaki itu sangat mencintaiku dengan mendalam dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyakiniku akan cintanya, hingga ditahun ke 3 (tiga) hatiku luluh atas segala usahanya untuk menyakiniku akan begitu besarnya cintanya padaku, hingga pada akhirnya ku jatuh dalam kebahagiaannya, kurun waktu 2 minggu dia sampaikan bahwa dia sangat bersyukur dan berterimakasih atas segalanya karena telah menerima cintanya dan dia mengucapkan perperpisahan untuk memenuhi perjodohannya, hatiku hancur dan kesedihanku mendalam karena dia hanya mengharapkan balasan kasihnya dan meninggalkan aku untuk selamanya dan memenuhi  kisahnya bersama perempuan lainnya. “Life must go on”, ujarku ….. meski sedih tapi kudapat menerimanya dan kuberusaha untuk mengerti dan menjauh dari kehidupannya, karena itulah yang diharapkannya.

Hari-hari di iringi dengan berbagai kegiatan dan tanggung jawabku sebagai perempuan dewasa untuk masa depan  yang lebih baik. Kehidupan sosial dan agamaku berjalan apa adanya, justru banyak yang meski diperbaiki dalam pembenahannya. Dikala ku datangkan ke majelis pembenahan diri, aku dipertemukan oleh Ustadjah kepada lelaki muslim yang bagiku biasa saja, ustadjah menyakini ku dengan perkataannya bahwa dengan seijin Allah SWT dia dapat membawaku ke dalam kehidupan yang lebih baik dan membina hidup yang lebih baik pula. Saya bukanlah dari keluarga bermateri, banyak hal yang meski kuperjuangkan sendiri dari lulus SMU, begitu halnya lelaki yang diperkenalkan ustadjah kepadaku, dia adalah lelaki sederhana untuk materinya hanya berbekal pegawai swasta dan pendidikan SMU  yang masih melanjutkan kuliah dihari libur kerjanya. Beberapa hari kemudian Ustadjah mendatangiku kerumah bahwa lekaki tersebut memiliki ketertarikan dan berharap besar untuk dapat mendekatiku kejenjang yang lebih serius, awalnya saya tidak begitu mengerti apa yang membuat dia tertarik kepada saya dan saya mengiyakan atas permintaanya untuk mengenal saya lebih lanjut, hingga pada akhirnya dia dekat denganku, dan kuperkenalkan dengan orangtuaku yang memiliki perbedaan  agama. Ternyata justru kehadirannya datang kerumah untuk meminangku, serentak jantung terasa berhenti sesaat, karena bukan dia yang kuharapkan selama ini, dia bagiku hanya teman yang biasa untuk sesaat, bersyukur baginya orangtuaku memberi restu dan menikahlah kami.

Ku jalani pernikahan ini tanpa perasaan cinta, dan kepasrahan karena kehidupan keluargaku sudah begitu banyak mengajarkan aku untuk selalu menerima kepedihan dan mengalah. Ternyata hari-hariku di iringi dengan suka cita, terasa sekali dia begitu menerimaku apa adanya meski tanpa ada ucapan cinta dari bibirnya, tetapi perlakukan dan bukti kasihnya mengajarkan aku untuk hidup bersyukur, dan berjuang untuk kebaikan, yang ku ingat selalu dari dirinya bahwa dia ingin memilikiku apa adanya dan hidup untuk selamanya sampai terpisah oleh kehendakNya. Lekaki itu adalah suamiku yang memberiku 3 (tiga) malaikat kecil yang lucu, cahaya Tuhan ada dalam matanya dan hatinya.   
Levina NyT 

FF ini diikutkan dalam lomba FF tentang perjodohan.

KELABU MENJADI PELANGI

Cepren ini di ikutsertakan dalam Lompa Cerpen FSBP
Penulis oleh: Levina Nyt

Kebahagian itu datang  ketika menjelang remaja, aku lahir dalam keluarga yang tidak utuh, ketika Bapak pergi  dan menikah lagi dalam kondisi aku masih Balita dengan teganya meninggalkan ibu seorang diri. kumenyadari kegelisahan dan kepanikan ibuku dalam unggapkan emosi selagiku kecil hingga menjelang remaja. Mama yang kutahu adalah perempuan gigih dengan kondisi tak mampu dia berjuang membesarkanku seorang diri.

Cercaan anak-anak di atas usiaku tak dapat kuhindari, kegelisahan dan kepanikan ibuku tak dapat kulawan, panggilan sebagian orang lain kepada ku dengan julukan “Eti pincang” juga tidak dapat kuredam. Kapan tepatnya kumenjadi dengan phisik seperti telah hilang dalam ingatan dan kulupakan, tetapi yang selalu menjadi jelas dalam ingatanku mama membenciku karena bathinnya merana menghidupi diri dan aku seorang diri, dengan emosi jiwa sering kali pukulan sampai ketubuhku, banyak bekas tersisa dalam tubuhku, mungkin salah satunya pendengaranku kurang berfungsi salah satu akibatnya.

Daerah tempat tinggal adalah daerah kumemperjuangkan harkatku bersama mamaku untuk tetap diakui dan dapat menetap disini, meski tidak banyak yang ingin bermain denganku karena kekuranganku, tetapi aku menikmati hidupku. Bangku Sekolah Dasar (SD) dapat kuperjuangkan dengan semampuku, meski tidak berprestasi, dapat ku lihat kegigihan mama membinaku untuk turut merasakan hidup selayaknya mahluk umum.

Ada suatu saat mama berbicara kepadaku: “ sana besok ke Bapak loe, minta uang buat loe sekolah, besok mama antar ya..”.

Esoknya kami datang kerumah Bapak dengan seadanya, sebelum sampai tempat tujuan Bapak tinggal, mama minta berhenti dan bilang: “biar mama tunggu disini ajah, nanti Eti kalo udah dapat uangnya kesini lagi ya..”.
Sampailah  dirumah Bapak bertemu dengan Ibu ke 2 (dua), Bapak menyapaku tanpa ekspresi bersalah begitu pula ibu hanya ekpresi seadanya, mencium tangan kedua orangtuaku adalah anjuran mama yang selalu kuingat, kusampaikan maksudku diberikannya uang Bapak kepadaku seadanya, mungkin saat itu hanya cukup untuk belanja sayur dua kali. Wah…. Kembali ku ingat betapa besar pengorbanan mama untukku, bila kurendungi Bapak yang tidak pernah menunujukan prilaku  bersalah dan berjuang untuk kami. Hanya beberapa saat setelah itu aku pamit pulang, dan bilang bahwa mama menunggu ku di ujung jalan.

Kusampaikan hasil yang ku dapat kepada mama, katanya: “Tega ya tuh orang, punya anak kaya nga punya anak”, sambil mata mama yang berkaca-kaca menuntunku pulang karena kondisi jalanku yang agak lama.
Mama bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) dikomplek dekat area perkampungan tempat tinggal kami, bila mama pergi pekerja dipagi hari buta, aku selalu sudah terbangun dan lekas mandi, tetap ku usahakan untuk sholat meski lafadh suaraku yang cadel dan pendidikan agamaku yang kumiliki se adanya, kuhadapkan wajahku pada Illahi Rabbi, ingat sekali usiaku masih menjelang 10tahun.  Pelajaran agama yang kudapat adalah dari tempat rumah tetangga yang miliki murid lebih dari 30, dengan pemimpin tunggal pemilik rumah yang mengajarkan, bila ia tidak sempat, jadi teman-temanku yang bergantian mengajarkan kepada teman yang lain untuk membaca lapadh Al quran karena kemampuannya melebihi dari yang diajarkan.
Kembali kusyukuri kebaikan Tuhan, untuk makan keseharian kami dibantu oleh majikan mama memiliki hati yang mulia, mama di ijinkan untuk makan siangnya dapat dibawa pulang dan berbagi denganku, gaji mama saat itu sebesar Rp. 250.000.- di tahun 2005 yang hanya cukup untuk membayar kontrakan rumah sebesar Rp. 100.000.- dan sisanya kep harian kami dan bayaran sekolahku. Karena mama ingin memiliki simpanan uang tambahan, dia rela untuk bekerja dua tempat, pada siang harinya bekerja untuk menyertika dan cuci pakian dirumah yang lain, teringat alasan kenapa mama bekerja dua tempat, dan disampaikan pada: “mama pengen kumpulin uang, dan ikut arisan buat simpanan kalo kita sakit, beli barang dan perhiasan anting buat loe”. Oo mama diberpikir bukan untuk makan apa hari ini, tetapi ada apa buat esok hari.

Tibalah kelulusan SD, mama menemani dalam pengambilan raport dan prosesku menjelang dan mendapatkan rayon SMP, bersyukur atas kemudahannya, aku dapat masuk ke SMP yang tidak jauh dari rumah tempat tinggal dan hanya berjalan kaki. Mama tersenyum bahagia, dan berkata: “mama nga akan nikah sampai Eti nikah lebih dulu, mama pengen Eti sekolah lanjut terus, besok kita kerumah Bapak loe, bilang kalo Eti butuh uang buat sekolah”.

Kali ini mama meninggalkan aku menginap dirumah Bapak untuk beberapa hari, ibu tidak begitu suka padaku, aku tidur diruang depan karena Bapak memiliki rumah tinggal seperti halnya aku rumah kontrakan, aku sampaikan bahwa aku udah lulus SD dan sekarang SMP dan butuh uang untuk kasih ke mama, Bapak bilang: “Bapak ajah uang nga cuma sedikit, nih ada buat jajan Eti ajah”. Aku terima apa yang didapat, dan kembali pulang bersama mama yang telah menungguku di ujung jalan. Mama sudah mengerti akan perihnya hidup, meski mama bukan penganut agama yang baik, tapi kutahu mama memiliki hati yang mulia, tidak pernah terbesik dipikirannya meninggalkan aku seperti Bapak tinggalkanku, tidak pernah buang aku, seperti sebagian orang lain yang kutahu dengan alasan tidak mau memiliki anak yang cacat dan menyusahkan.

Mama mendidikku dengan caranya, dengan keras pikirannya, serta dengan hati yang dipenuhi luka, tapi dia selalu menemani tidurku, menjagaku dari gelap dan hujan dan tidak pernah lupa memberi makanku meski kurang dalam sehari. Hari besarku tiba, kelas satu SMP dapat ku nikmati bersama teman-teman yang mau menerima apa adanya aku, tubuhku kembali lebih berkembang dan pengembang, aku menjadi anak yang menjelang remaja, dengan kebersihan kulitku dan indahnya rambutku, terlihat lebih anggundan cantiknya diriku meski phisikku kurang.
Suatu hari datanglah teman kerja laki-laki beserta mama, diperkenalkannya aku kepadanyan, dia seorang supir majikan mama yang sedang dekat dengan mama. Malam harinya mama sampaikan kembali padaku: “Mama nga akan kawin sebelum Eti ada yang urus”, aku hanya diam terpaku. Pagi menjelang seperti biasa mama kembali pergi bekerja dipagi hari, ketika siang tiba sebelum kuberangkat kesekolah, tiba-tiba datang teman mama “Pak Supri”, dia datang tanpa mama, aku bertanya: “ngapain, mama enga ada Pak!” dia bilang: “mau main, ketemu Eti” , sambil tersenyum padaku, dia minta masuk dan tak ku ijinkan. Kembali dia bicara: “Eti, punya uang ngak buat jajan”, ku jawab: “ngak!”, Pak Supri: “ini Bapak kasih”, aku menolak dan kembali disampaikan: “nga apa terima ajah”. Ternyata ada maksud dia dibalik itu, sedalam hatiku sampaikan, aku begitu polosnya dan belum mengerti apa-apa dia meminta aku untuk menutup mata, dia melakukan apa yang dia mau, dan aku merasakan seluruh tubuhku bergetar yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, seperti ku dibawa dalam dunia lain bersamanya,  aku berkata: “jangan, Pak! Nanti mama marah”, Bpk. Supri: “mama nga akan tahu kalo Eti nga kasih tau”. Pada akhirnya aku terhanyut dalam kesepian, aku terhanyut dalam kesakitan, aku terhanyut dalam emosi jiwa yang terlarang”, Bapak Supri telah merampasku dengan caranya, memanfaatkan kondisiku, memanfaatkan situasiku yang kesepian dan haus perhatian. Tak ada emosi jiwa dalam diriku yang ada hanya kekosongan dan selembar uang Rp. 20.000.-.
Ketika kubertemu mama pulang, tidak ada yang dapat kusampaikan, hanya kebingungan dan kebodohan yang menjadi simbolku selama ini. Bapak Supri telah memanfaatkan keadaanku, dia telah mengerti akan keadaan dan situasiku. Hal ini menjadi lembaran kelabu perjalananku, untuk hari berikutnya kembali dia ketempat ku tanpa kehadiran mama. Aku dirasuki prilaku bodoh dan  kebisuan.

Pada saat hari libur kembali permintaan mama agar aku menemui bapak karena butuh uang tambahan. Aku kembali menginap dirumah Bapak untuk beberapa hari, ku beranikan diri dan ceritakan pada yang terjadi pada diriku, karena kutak mampu meredam seorang diri, kubutuh sosok yang dapat melindungiku dalam keterbatasanku dan akhirnya ku utarakan dengan caraku kepada Bapak, yang ada Bapak tanpa ekspresi dia justru berprilaku sama, dia meminta aku untuk mempraktekan kepadanya. Aku tidak mengerti keberadaanku, yang jelas aku turuti apa yang diminta Bapak karena dia mengancamku.
Kuceritakan prilaku Bapak kepada mama, begitu murkanya mama, dan berkata: “bejatnya Bapak loe, teganya Bapak loe, anak sendiri ajah dimakan” mama menangis terisak-isak dan terlihat semakin sulit untuk memaafkan Bapak. ku ingat ketika itu, esoknya mama memberanikan diri bertemu Bapak, dan murka, berkelahi dengan omongan, aku tidak bisa berbuat apa-apa, mama hancur. tetapi mama tidak dapat bertindak apa-apa dan juga tidak mau berbuat apa-apa, begitu pula aku.

Hidup terus berjalan, suatu hari awal kelas dua SMP, aku dipertemukan dengan teman ngaji dahulu yang usia jauh diatas ku, dia ku panggil mba Rania, begitu baik dia menyapaku dari kejauhan dan sampaikan: “Eti, masih ingat saya, yang dulu teman ngaji, aku jawab: “ingat dong mba”,  dia mengajakku untuk main ketempat tinggal suatu saat nanti. Tak ku siakan tawarannya, esok harinya disore hari mampir ke rumah mba Rania, kutemani aktivitasnya bersama anaknya, meski ada pembantu yang menemani, aku berusaha membantu sebisaku untuk urusan kecil-kecil, dia memberikan akan makanan, dan sampaikan: “Eti, kalo lapar kesini ajah”. Mba Rania adalah tempat kucurahkan kegundahan dan kegalauanku, tempat curhat yang bersedia mendengarkan kesedihanku. Mba Rania tanpa segan menasehati dan mengarahkanku untuk tetap percaya diri dan melindungi diri, dia meminta aku jangan mengulangi prilaku negative dan meski jangan nyusahin mama, “mama Eti emosinya tinggi kalau lagi emosi meski dihindari”, katanya.
Ternyata keadaaan memisahkan kami untuk sementara, mba Rania berserta keluarganya pindah rumah dan tinggal ditempat yang agak jauh.

Tibalah kesedihanku yang berikutnya, mama tidak sanggup menyekolahkanku, dan hanya mampu di pertengahan semester dikelas 2 SMP dan pada akhirnya putus sekolah, sebagian teman dan guru yang kenal baik dan berbaik hati sangat sedih atas kepergianku.
Karena usia begitu cukup bagiku, aku berusaha untuk berkerja apa saja, bersyukur anak majikan mama sudah kenal baik denganku dia setiap kali dia kesepian dirumah dia meminta aku menemaninya, dan aku dapat turut serta makan dan uang saku darinya. Tidak beberapa lama ada teman mama yang meminta agar aku dapat berkerja mengasuh anak, dan kujalani. Karena keterbatasanku, banyak sekali dipertemukan dengan hambatan emosi jiwa dan phisik, hingga hasil pekerjaan yang kuberikan tidak selayaknya orang normal, yang sering kali membuat orang lain kecewa, tetapi sejauhku mengetahui meski diriku sering kali pindah kerja dimana temanku berkerja, aku selalu dipertemukan dengan orang-orang yang mengerti keberadaanku. Hingga pada saatnya masa puberitas tiba, aku ingin bergaul dan nongkrong dengan sebagian teman yang mau menerimaku, dia mau bergaul denganku, kami kebablasan sebagai pergaulan remaja yang rata-rata “broken home” atau pendidikan dan materi keluarga yang pas-pasan. Tetapi kembali kukatakan Tuhan begitu baik kepada diriku, aku diperkenalkan dengan laki-laki yang berawal dari sms-an, tanpa tatap muka selama berminggu-minggu dan pada akhirnya kami suka on-line di jam bebas bayar hingga waktu menjelang pagi, setelah beberapa bulan komunikasi, Radit, cowok sms-an mengharapkan pertemuan, dia ingin bertemu denganku dan teman-teman mendukungku, tibalah saatnya ku utarakan kepada mama, dan mama katakana: “Eti kalo punya cowok bawa kerumah kenalin mama dan jangan kenalan diluar yaa..”. aku turuti nasehat mama, kusampaikan pertemuan di rumah. Radit hanyalah seorang kenek bangunan, yang mau serius kepadaku, jauh hari telah kusampaikan penjelasan tentang phisik dan keadaanku, kuceritakan pula kondisiku, dia sampaikan mau menerima apa adanya aku.

Sampailah malam yang ditunggu, tepat usiaku menjelang 21 Tahun, Radit dating kerumah kontrakan kami, dengan membawa boneka kecil dan coklat, dia menggapai tanganku dan memperkenalkan diri, untuk phisik dia biasa dan hatinya bagiku luar biasa. Seminggu dan pada akhirnya sebulan berjalan, Radit tidak mundur sedikitpun, tetap menghubungiku dan mengharapkan pertemuan selanjutnya. 3 (tiga) bulan berjalan bersamanya, tanpa ada prilaku yang tidak selayaknya, dia tidak pernah menyentuhku, yang kutahu dan selalu ku ingat tiap kali bertemu dia hanya memberikan tangannya untuk menyalamiku.

Hari bersejarah dalam hidupku pun tiba, Radit melamarku dengan caranya, dia memintaku untuk menjadi istrinya, kusampaikan kepada mama, mama berkaca-kaca dan terharu…. Mama mengucap syukur dengan ekspresi wajah yang pertama kalinya dalam hidupnya kutemui sinar kebahagiannya. Aku terima pinangannya, dengan kesederhanaan pernikahan kami dan saksi-saksi hanya beberapa keluarga inti termasuk Bapak, pernikahan berjalan lancar. Tuhan, semakin kutahu kebesaran dan sinaranmu, kau hidupkan kembali aku dan pupuk aku bersama mahluk yang bersedia merawat dan menjagaku dan menggantikan mama dihari tuanya. Segalanya kuceritakan kembali kepada Mba Rania yang ternyata kembali tinggal didekat daerah tinggal semula, tetapi kini Mba Rania dan suami sudah lebih mampu dalam ekonomi dengan kondisi lebih baik tinggal dengan rumah baru. Dia sampaikan turut bahagian atas perubahanku, yang jelas dia begitu bahagia mendengar ceritaku dan suka cita, serta memintaku untuk bekerja dirumahnya mengisi kekosongan waktuku ketika suami bekerja diluar kota. Tibalah saatnya yang dinanti, aku hamil, Tuhan mengijinkanku untuk mengandung, dan mba rania memintaku untuk berhenti bekerja sesuai kesepakatan, hubungan komunikasi kami tetap berjalan hingga hari kebahagianku berikutnya malaikat kecil lahir dengan sempurna lebih dari aku meski pada saat itu adalah perjuangan terbesarku dikarenakan  phisikku yang lemah, tetapi kebaikan orang sekitarku terutama suami dan mama mendukung aku untuk tetap bertahan dan membesarkan anakku, Tuhan begitu baik, dan menempatkanku dalam keindahan dan suka cita bersama keluarga yang seutuhnya, dan mama yang tak pernah henti menemaniku. Mama kasihmu dan lukamu telah membalut perjuangan kita untuk tetap bertahan. Titip salam selalu untuk suami dan mama yang terkasih, Terima kasih Tuhan.

Warna Dalam Kerukunan

Tulisan ini di ikutsertakan dalam Lomba Nulis "Kerukunan Umat Agama"

Awalnya agama yang kutahu adalah untuk kebahagian dan suka cita, kuhidup di keluarga dengan perbedaan agama, pemeluk Muslim dan Protestan. Awalnya juga tiada keyakinan bagiku untuk memeluk suatu agama yang menjadi pendoman hidupku karena bagiku bila kulihat kebelakang umur belum dapat menentukan meskipun atau walaupun bila kedua orangtua pemeluk agama yang sama. Sebagai anak kuhanya mengikuti dan patuh akan arahan orangtuaku, meski kembali hal tersebut bagiku sangat dasar sekali, mungkin dan bisa jadi karena Bapak dan Ibu bukan pemeluk yang  cukup baik/hanya terbilang cukup dan baginya sudah cukup. Dikarenakan agama adalah pedoman hidup, tetapi ada juga sebagian masyarakat yang tidak memiliki agama juga memiliki pedoman hidup dengan cara dan aturan bermasyarakat dan pemikirian yang maju serta adanya silsilah ataupun keturunan dengan cara menganutnya. Kembali lagi hal ini bukan atau harus kita yang patut menghakimi karena hidup adalah pilihan dan Tuhan yang memiliki, bukan manusia yang menguasai sebab semua agama yang sebenarnya mengajarkan kasih sayang, tinggal dari diri sebagai pemeluk salah satu agama yang patut menjadi khalifah/pembawa kebaikan sesama sehingga orang lain maupun yang berbeda keyakinan kepada kita akan saling menghargai dan apabila ada ketertarikan maupun minat mengikuti ajaran yang kita anut hal tersebut adalah hidayah Allah telah bercahaya dan terbuka lebar sehingga dia mau pendalami dan lebih memperbaiki diri.

Cinta damai sesama tercermin dari diri yang mencintai dan mengkasihi diri, agar tidak ada percecokan dan pedebatan, tidak ada penindasan dan kesewenangan, serta tidak saling menghancurkan maupun mencerca. Kasih yang kutahu indah, tapi pada kenyataannya kita hidup dengan berbagai warna, berbagai bentuk dan berbagai bahasa serta budaya dengan kesatuan utuh yang bernama Indonesia dan Global yang bernama dunia dengan berbagai negara dan budaya yang beraneka ragam. Bila pemikiran kita hanya kencenderungan lingkungan tempat tinggal, keluarga dan sejauh mata memandang dan kaki melangkah, maaf kuberbicara akan menjadi tertinggal maupun merasa diri sudah baik, cukup baik, bahkan lebih baik, aku berbicara secara komunikasi karena agama Muslim yang ku anut belum cukup baik meski banyak yang harus kuperbaiki agar mendekati dari kata baik, tetapi kusadari diriku penuh kasih dan kedamaian, maka kuyakini diriku tidak akan mencela orang lain dan agama lain, bisa jadi dan memang hal ini karena dua sisi agama yang mengelilingi dalam kehidupanku dan bagian dari riwayat hidupku, kuterpanggil dan hati ku jatuh kasih dan mencintai ke Islaman dan agamaku, segala sesuatu karena terpanggil, karena dipanggil, maka biarlah Tuhan yang berhak pada diri kita, bukan kita yang berhak kepada diri dan orang lain. Biarlah hidup ini tetap ini dengan keaneka ragaman pemikiran, warna dan kekayaan. Tuhan yang memiliki ketentuan, Allah lah yang berhak.
Memasuki usia pengertianku dan masa remaja, didalam ajaran agama muslimku semakin kuketahui dan kumengerti atas tidak dianjurkannya atau lebih kerasnya tidak boleh pernikahan dengan dua sisi agama yang berbeda, karena Allah mengetahui apa yang akan terjadi nantinya, diduniapun terasa akan kerumitan dan pertemuan dengan perselisihan, meski ada kalanya dapat ditanggulangi dan ada yang meski dikubur dalam-dalam untuk tidak menjadi luka antara keluarga, bagi kami yang memiliki pemikiran yang berbeda tapi kami dapat mengartikan apa yang telah dialami bukan menjadi panutan atau pengulang, kamilah sebagai penerus yang akan melahirkan penerus berikutnya maka hal ini menjadi acuan dan pegangan kami agar tidak meski mengulang kejadian yang serupa.
Dalam dua sisi agama yang berbeda diantara kami, karena ego dan pengetahuan serta ruang lingkup yang sebatas waktu tempat kami dibesarkan dan lingkungan yang membentuk, ada kalanya terjadi bentrok diantara keluarga, karena sifat pembawa agama dan manusia/orangnya yang menganut, kadang yang saya pahami sebagai anak sampai remaja agama adalah bentuk wujud dari prilaku orangnya, hal itulah yang menjadikan pemecahan pilihan diantara kami sebagai anak-anak, kedewesaan mulai terbentuk menjadikan kami lebih bijak dalam melihat diri, menjadikan kami lebih memperhatikan prilaku diri, untuk perbaikan dan kebaikan. Kesedihan memang sering kali menyelimuti tetapi pasrah dan keyakinan kepada sang pencipta membuat kami semakin menyadari bahwa kita semua hanya mahlukNya dan menjalani hidup dengan akal sehat dan prilaku yang mencerminkan agama yang suci dan kasih sayang, maka kami adalah bersaudara dan saling menghargai, menghargai akan agama yang telah dipilih dan dianut, menjaga kedamaian dan kerukunan sesama saudara. Awalnya yang ada penyesalan dengan kondisi ini, tapi pada akhirnya Tuhanlah yang memiliki ketentuan akan diri dan prilaku, Allah yang menempatkan aku diantaranya umatnya dalam lingkungan hidupku seperti ini, aku hanya dititipkan dalam keluarga seperti ini, orangtuaku yang memilih seperti ini dan kami setelah semakin berpikir, dan menjadi lebih mengerti akan pilihan tak penting lagi untuk menyalahkan lainnya terutama orangtua yang telah melahirkan, karena hidup adalah pilihan semakin kita dewasa dan umur bertambah kitalah yang memilih hidup seperti yang kita mau, meski ada dorongan orang lain tetapi, sekali lagi hidup adalah pilihan dan bersyukurlah atas pilihan, semoga aku salah satunya yang ahli bersyukur terutama atas pilihanku, kehidupanku dan agamaku.
Masyarakat dimajukan dengan perkembangan, dan perkembangan meski adanya perbedaaan dan warna, bila kita dengan terbuka menerima perbedaan maka hidup dapat dipilah-pilah secara baik bukan dengan kebencian maupun menjatuhkan, bukan dengan cacian maupun menghancurkan, kadang tanpa kita sadari hancurnya agama bukan dari pihak yang berbeda agama justru dari pihak pemeluk agama yang sama, karena sikap dan prilaku yang tidak mencerminkan agama yang dianut, atas nama diri semoga aku dapat menjaga prilaku untuk mencerminkan agama yang ku anut, meski hanya sinaran kecil seperti kunang-kunang atau bintang dan lampu, tetapi ku akan menjaganya untuk selalu bersinar dengan kasih sayang dan kedamaian. Semoga. Amin.

Penulis: Levina nyT
Jatibening, 05 Maret 2011

Bukan Ilalang Jadi Saksi Cintaku

        Sudah 5 (lima) bulan berlalu kedekatan kasihku dengan Ricky, dia begitu mempesona dan menemani keseharianku meski hanya berupa bayangan ataupun sinaran matanya yang hadir dalam pikiran. Sayang ini begitu besar padanya, dan begitu pula yang dirasakan Ricky kepadaku, pembuktian kami hadir dengan kebersamaan ketika kami melakukan pertemuan singkat, aku masih 3 (dua) SMU sedangkan Ricky sudah kuliah disemester 4 (empat). Dia adalah lelaki yang menghangatkan kepiluan, menerangi kerinduan. Tiap kali pertemuan tidak pernah dia lupa membawakan sesuatu yang menjadi bingkisan istimewa buatku, meski hanya gorengan… (ach…. Lucu kalo mengingat kasihnya). Apa yang diberi selalu kusimpan rapih di lemari pakianku dari buku, pernak-pernik hingga ballpoint lucu. Apa yang diberi kepadaku adalah hasil dari pendapatan tambahannya bekerja dibengkel motor jalan besar dekat rumahnya, bersyukur dia memiliki keahlian tambahan hasil dari nongkrong bersama teman mainnya hingga bisa bantu untuk biaya kuliah. Aku belum pernah dikenalkan dengan orangtua maupun adik atau kakaknya secara langsung, begitu pula diriku kepadanya. Kami cukup berhubungan berdua belum untuk yang lainnya, karena sudah sangat jelas bahwa hubungan ini belum saatnya, karena masih banyak mimpi orangtua dan diriku yang dititipkan untuk kami.

Meski pertemuan hanya duduk ditaman dekat kampusnya atau diwarung dekat sekolahku, tapi kami sangat bahagia karena dengan tatap mata atau berbicara dengan hati yang berbunga.
Ricky: “ mau nga besok temenin ke toko buku”
Salma: “mau”

Besoknya, kami pergi ke Toko buku untuk membeli buku tugas kuliahnya, tak lupa dia menjemput halte depan sekolahku, ada saja teman yang mengejekku dengan sindiran tapi bukan menajadi masalah bagiku. Tiap jalan diselalu menuntunku bukan untuk merayu atau berbuat yang tidak baik, kurasakan sentuhannya untuk melindungiku. Sampailah kami ditempat yang dituju, kagetnya Ricky ketika sedang sibuknya mencari buku, seorang perempuan rapih dengan seragam kerja mencoleknya, ternyata….
Kakaknya:           “ Ricky, ngapain loe disini… kok nga ngomong kalo mau kesini”
Ricky      :               “eee ch, Nit…  nga kerja…???!!
Kakaknya:           “Justru ini disuruh kantor cari buku buat tugas perusahaan, heeem… siapa ini?!!
Ricky      :               “ Temen, kenalin…
Salma    :               “Salma, Kak!
Kakakny:              “ Yaa, Rahma… ya udah pisah dulu yaa, jangan macam-macam ya Rick, ntar Ibu bisa marah”.

Pertemuan singkat itu, membawa perkenalan dengan salah satu keluarganya, kamipun pulang setelah mendapatkan apa yang dicari, disepanjang perjalanan Ricky meminta padaku agar tetap menjaga hubungan ini dan selalu baik-baik saja agar tetap terjaga dengan baik, dan dia menceritakan kondisi keluarga yang sangat mengharapkannya agar lulus kuliah dan bekerja terlebih dahulu untuk berkarir. Dalam hatiku, apalagi aku yang masih di 2 (dua) SMU apa jadinya jika ada lembaran baru dalam hidupku, tidak pernah terbayang olehku, aku masih banyak mimpi yang tersumbat, masih banyak harapan tertunda juga kemauan yang meski di asah.
8 (delapan) bulan berlalu atas hubungan special kami, meski belum ada impian dan cita-cita untuk kedepannya, tetapi hubungan ini sangat special untukku, secara kedekatan aku dengan kakak lelaki tidak pernah terjadi apalagi komunikasi dari hati kehati, sedangkan Bapak adalah orang yang sibuk dengan dunianya dan kesenangannya, meski memang kadang kami komunikasi. Ricky mengejutkan ku dengan pesan telepon pagi tadi untuk dan ingin bertemu denganku, katanya ada kejutan dan ingin langsung bertemu. Kutunggu seperti biasa dihalte, tapi dia tidak muncul dengan tas ranselnya, lama satu jam ku tunggu…. Berjalan aku menjauh dari halte, ada klakson motor dan mencolek pinggangku….

Aaach ternyata Ricky dia pakai motor baru.
Ricky: “ Lama nunggu yaaa…”
Salma: “eeemmm”, khan daah tau, kok nanya?!!”
Ricky: “maaf yaa, nunggu motor di antar kerumah.”
Salma: “emang punya uang buat nyicil motor”
Ricky: “ Ada, dari tabungan sama uang dari Bengkel.”
Salma: “ kemana, udah meski pulang nih, takut ditanya Ibu karena tadi janji pulang cepet.”
Ricky: “sebentar ajah, nanti sekalian diantar.”

Akhirnya pergi juga kami, Ricky membawaku ketempat yang dia tidak mau sampaikan padaku jauh ujung Jakarta, karena aku belum begitu tahu jalan, perjalanan yang dilalui menjadi pengalaman pertama untukku. Kedekatan kami terasa sekali dalam kendaraan ini, meski awalnya ragu dan takut akhirnya dia menarik tanganku untuk berada dipinggang sambil berteriak “pegangan kalo engak nanti jatuh”. Jantung ini menjadi berdetak begitu cepatnya, aliran darah begitu derasnya, waaah… denyut jantung Rickypun kurasa yang sama, was-was tapi inilah jadinya. Sampailah kami ditempat yang Ricky mau tuju, ternyata Mercusuar jadi awal kepergian terjauh pertama yang kami tempuh, sepertinya Ricky sudah tahu apa yang dimau dan dituju, indahnya pemandangan membuat aku terpesona, karena Ricky bisa membawaku masuk menaiki mercusuar tua dan kami bisa melihat jauh kea rah mata memandang luasnya lautan biru dan kapal laut yang begitu kecil dalam penglihatan. Langit begitu mendukung biru dan hangat. Letih ini hilang dengan duduk di antara rerumputan dan ilalang, tak lupa Ricky telah menyiapkan bekal 2 (botol) orange juice dan Roti kesukaanku, lumayan untuk menahan lapar kami.

Ricky: “bagaimana, suka?!”
Salma: “ehm, suka banget…”

Dia menatapku dengan sayang, tetapi kusemakin menyadari sayang itu menjadi liar, seperti mata kucing yang suka mampir kedapur Ibu. Ricky mendekatiku, tak sadarkan diri aku terbawa dalam tatapannya, wajahnya mampir di keningku…. dan waaaaaaaaa (aku teriak, ada yang mengerayangi kakiku) dan langsung berdiri, Dia cepat-cepat mengambilnya ternyata kecoa menyelamatkanku. Ricky kembali mendekatiku, dan aku sampaikan tidak menginginkan hal ini terjadi seperti juga sebenarnya dirinya yang telah disampaikan di padaku sebelumnya, ingin menjagaku baik-baik dan hubungan ini. aku tidak ingin hanya ilalang yang menjadi saksi cintaku dan rumput menjadi sandaran rayuan kepiluanku. Ricky menyadari perbuatannya dan wajahnya menyesali apa yang akan dilakukannya. Tetapi ada yang menjadi kejutan berlanjut berikutnya bagiku, dia nyatakan cintanya..
Ricky: “saya sayang kamu Salma”, saya ingin hidup dan berbagi sama kamu.
(aku hanya diam terpaku)
Ricky: “ saya sudah dapat menuntunmu dan membawamu dalam suka cita bersama, dengan usaha kita pasti bisa”, maukah Ima menikah denganku”.
Salma: “aku bingung, Ricky…. Aku bingung…. Aku nga tauu…
Ricky: “ saya janji untuk menjagamu dan kita menikah, tolong terima cinta saya Salma”.
Salma: “Rick, masih banyak yang meski kukerjakan, aku takut pernikahan justru menghalangi jalanku dan jalanmu”.

Ricky: “Salma, saya bukan laki-laki yang membatasi jalan, pernikahan akan membawa kita dalam suka cita, saya tidak ingin merusakmu dalam pikiran buruk saya, justru saya ingin menjagamu”.
Salma: “Ricky, aku tidak mau menolak kebaikanmu, bila kamu bisa yakinkan orangtua dan keluarga kamu dan aku, aku mau hidup denganmu, tapi saya harapkan setelah kelulusan sekolahku.
Ricky, tidak berkata apa-apa lagi, dia langsung memelukku dan keluar airmata untuk pertama kalinya yang kutahu, terlihat betapa bahagianya dia, tak lama menunggu dia langsung mengantarku pulang dan bertemu dengan orangtuaku dan untuk pertama kalinya, bersyukur orangtuaku menerima Ricky dengan keterbukaan, karena mereka dapat menilai kebaikan dan prilaku Ricky yang sopan santun.
                3 minggu telah berlalu, kembalilah Ricky datang kerumah untuk bertemu denganku dirumah, hari itu keluarga sedang berkumpul semuanya, Bapak dan Ibu sedang sibuk masing-masing dengan kesukaannya, kupersilahkan Ricky untuk duduk di ruang tamu.
Ricky: “Ima, saya ingin ngobrol dengan Bapak sama Ibu, bisa ketemu nga?!”
Salma: “ada apa?”
Ricky: “ ketemu ajah, mau ngobrol”
Salma: “Tapi nga boleh macam-macam yah”.

Bapak dan Ibu hadir diruang tamu, kami ngobrol berempat tidak beberapa lama, Ricky terucap meminta izin pada orangtuaku dengan lamaran awalnya, bagiku sudah tidak mengagetkan tetapi bagi Bapak dan Ibu, yang ada seperti kesetrum atau kesambar petir….. Bapak berdiri dan berjalan jauh dari tempat duduk, sambil merenung sebentar di tirai jendela setelah beberapa menit dalam keheningan kembalilah Bapak dengan wajah bercampur pikiran.
Bapak: “Apa orangtuamu tahu tujuanmu kesini?”
Ricky: “Sudah Bapak, awalnya orangtua saya marah dan kecewa pada saya, karena belum bertemu langsung dengan Salma, tetapi kuyakini dengan ketulusan dan ajaran agama, Bapak dan Ibu menyetujui asalkan saya datang lebih dulu untuk melamar Salma, dan Salma telah saya sampaikan jauh-jauh hari tetapi belum tahu kalo saya sampaikan hari ini, saya tidak ingin merusak dan menghancurkan status Salma, maka saya ingin menikahinya.
Bapak dan Ibu terdiam dan tidak ada kata yang terucap, dan aku hanya menurut apa yang akan terjadi nanti, karena aku masih menjadi tanggung jawab orangtua, Bapak dan Ibu pergi ke kamar 30 menit berlalu tanpa ada perkataan yang menyangkut lamaran ini, hingga pada akhirnya Bapak dan Ibu kembali duduk dengan kami, kumelihat wajah ibu dengan penuh keraguan dan sepertinya antar sedih, dan kumelihat wajah Bapak dengan ketegasannya, pada akhirnya berkata:

Bapak: “Ricky, setelah pernikahan berlangsung tanggung jawab kami sebagai orangtua menjadi milikmu untuk menjaga dan merawat Salma, jangan kau kecewakan Salma, bersyukur engkau memiliki Salma yang penuh kasih dan penurut, jagalah dia dan jangan kamu sakiti.
Ricky: “Saya berjanji Bapak, demi Allah yang menjadi penuntun jalanku”.
2 (bulan) berlalu setelah kelulusanku, datanglah lamaran keluarga Ricky untuk melangsungkan hari besar kami di Bulan Oktober 2007. Apa yang sudah menjadi rencana kami dan ketentuan Tuhan menyatu dengan kasih. Berlangsung pernikah dini kami dengan suka cita dan sacral serta penuh kesan, resmi kami menjadi suami istri muda diantar kakak-kakak dan teman dekat kami. Mengharukan untuk Ibu dan Bapak, seperti melepas anak-anak yang belum siap baginya untuk mengarungi perjalanan ini.

   Ricky meyakini kami dengan 3 tahun perjalanan hidup pernikahan ini, dia telah lulus dari kuliahnya dan kembali membantu  kuliah untukku, dengan gigih dia dapat mengembangkan karir dari kecil hingga pada akhirnya dalam karunia putri pertama, meski sangat berat dengan tekad dan usaha bersama kami berusaha menempuh perjalanan ini yang masih panjang, karena hari-hari kami dipenuhi dengan kebersamaan dan kepercayaan. Tidak lupa setiap hari syukur kupersembahkan untuk menjadi penuntun jalan kami untuk selalu dalam kasih sayang. Yang selalu ku ingat perkataannya masalah bukan untuk pelarian dan tempat menjadi batu penghalang, tetapi masalah yang menjadi pendewasaan berpikir dan perbuatan kami.
Levina NyT

Diikutsertakan dalam Audisi Penulisan Cerpen "Pernikahan Dini"

Teguh dalam Perjalanan




Dipertemukan dengan kesan pertama yang tidak pernah terlupakan dalam pertemuan yang berawal dari diriku menawarkan bantuan, di area Masjid Al Azhar tempat organisasi keagamaan bernaung, karena diri ini merasa sudah lebih mengetahui keadaan sekitar, kudekati dirinya: “kenapa mas, binggung ya…! Dia menjawab  : “heeemm… iyaah,
Diriku         : ” kenalin, Vina (secara pribadi langsung tidak seperti biasanya saya perkenalkan diri secara langsung”)
Dirinya            : “ Teguh”
Pada akhirnya bantuan ini diterimanya dengan tangan terbuka. Pertemuan kami berlanjut pada proses seleksi untuk pelatihan wiraswasta, kami pun memberi senyum dan menyapa.

Berlanjut keproses selanjutnya, dan kami terpisah pada keinginan pelatihan lainnya tetapi masih dalam satu organisasi, diiriku yang terdorong dalam kelompok buku kajian dan bedah buku, sedangkan dia menyukai bagian pendidikan.

Minggu keminggu kami menjadi bagian dari organisasi diluar pekerjaan dan kantor, organisasi ini menjadi naungan kami untuk bersosisialisai dan menambah ilmu serta persahabatan, dan disinilah saya semakin mendapat pendekatan dalam berbagai pemikiran agama dan sosial yang sifatnya keagamaan. Kehadiran Teguh sangat baru untuk tinggal dan hidup di Jakarta sebagai orang daerah yang baru kembali dari berkerja Magang di Jepang, kepribadiannya yang lugu membuat aku semakin ingin bergaul dengannya.

Beberapa bulan berlalu hingga kami memiliki banyak teman, dan akhirnya aku mengajaknya untuk bergabung usaha bersama kawan kostku, dan dia menyetujuinya. waktu ke waktu kami semakin dekat, dan sering kali mengadakan pertemuan diluar hingga di kost bersama kawanku, kami bertiga punya ambisi sama tetapi dengan tolak ukur yang berbeda.

Suatu ketika, kami dipertemukan dengan perpecahan usaha, hal ini dikarenakan kawan perempuanku lebih mengusai kondisi usaha termasuk prosesnya hingga dia lebih menjadi tolak ukur kami, tidak tanggung-tanggung kami mendirikan sebuah PT. (perusahaan terbatas) meskipun masih dalama jangkauan amatir.

Teringat olehku tiap kali ia keluar kota dan kembali ke Jakarta, dia selalu membawa oleh-oleh untukku meski aku telah memiliki teman dekat lelaki (“pacar”).
Singkat cerita usaha kami pecah, bagi Tasya adalah karena dia lebih mengusai dan tidak menerima kedekatan kami.

Untuk kesekian tahun lamanya, aku tidak memiliki teman special laki-laki, meskipun kami telah menentukan jalan pergaulan masing-masing tetapi kadang kebersamaain ini tetap dipertemukan.

Bagiku Teguh adalah tipe lelaki yang begitu rumit, dengan pemikiran dan kepribadiannya, mungkin karena latar belakang kehidupannya.

Sebagai sahabat Teguhlah lelaki yang pertama kali kukenal dengan kebaikan dan ketulusannya mengartikan arti sahabat dengan sebenarnya, Persahabatan ini telah berjalan 3 tahun, Tiba disuatu masa dia sampaikan kepada ku lewat telepon akan melamarku, dengan serius bahwa telah disampaikan pula kepada teman organisasi kami. Awalnya ku pikir hanya gurauan.

Benar adanya dia hadir di rumah orangtuaku, dan disampaikan maksudnya kepada Bapak dan Ibu, mereka menerima dengan tangan terbuka. Setengah bingung dan tersenyum kumenerima kehadirannya.

Tibalah saat kehadiran keluarga untuk menentukan tanggal pernikahan. Pernikahan itu berlangsung, suka cita dan “nano-nano” . Mantap kami  langsungkan  pernikahan ini,  ada ganjalan bagi diril.
“maaf” apa ini karena target di usia ke 27 tahun ku untuk mantap menikah?!! dan tak ingin ku sia-siakan, atau karena Tuhan telah memberikan jodoh untukku dengan ketentuannya.

Baginya ini adalah keputusan terbesar dalam hidupnya untuk memberanikan diri hidup bersamaku. Kata cinta ini secara tulus tak pernah terungkap di antara kami, entahlah mungkin alasan pertama karena kekakuan dan tak terbiasa dalam lingkungan keluarga.

Waktu berjalan apa adanya, tetapi keresahan diantara dua hati yang disatukan, dari pemikiran dan perbedaan menjadikan kami penuh gejolak dalam berumah tangga serta penuh emosi dalam menjalaninya, dan menjadikan seperti berada dalam penjara pernikahan.

Semakin kusadari kepergiannya untuk menenangkan aku kala diri ini sedang emosi, adalah cara terbaik untuk menghindari pertikaian maupun percecokan dan kadang adakalanya Teguh cukup mendengarkan aku serta diam termangu hingga suatu saat airmata kami keluar bersamaan, hingga dia sampaikan “kamu hidup bukan untuk masa lalu, tapi untuk hari ini dan esok” aaach…. begitu bijak disampaikan.
Telah ku sampaikan kekesalan bathin ini yang lama kupendam, hingga pernikahan kami menjadi tempat untuk berbagi kenangan pahit, kuresapi dia begitu anggun kala mendengarkan jeritan dan keletihanku, dia bersedia disampingku hingga pagi memanggil kami. Kebersamaan pemikiran yang menyatukan kami dan kesabarannya menjadi pejalaran untukku.

Hal lainnya Putri pertama menjadikan kami lebih menyatu dan banyak merenung arti kebersamaan, Tuhan menguji kami dengan kesabaran dalam merawat penyakit putri kami, dia begitu sabar untuk tetap bersamaku. Dia yang kutahu tidak pernah mengeluh, hingga penerimaan apa adanya meski kadang kekesalan kecil terlontarkan tetapi inilah proses pendewasaan kami.

Matahari tertidur hingga bulan kembali menemani malam kami, kami selalu di atap yang sama, Dia menjadikan aku seorang istri yang tetap dan harus dimuliakan. Dan kami sadari arti rasa bersyukur dengan berkahNya bersama 3 (tiga) malaikat kecil yang menemani keseharian kami. Atas dasar kasih dia mampu mengungkapkan perasaannya kepadaku dengan ucapannya “Sayangku, dan bila di ijinkan biar saya ingin tetap bersama kamu sampai akhir hayatku”, menjadikan aku lebih mengerti arti pengorbanan dan kasih yang tulus, Cinta ini telah terbentuk dengan bertaburan kasih membebaskan aku untuk berkarya, dan kebersamaan untuk membentuk keluarga suka cita dan selalu dalam ikatan keluarga utuh tanpa ada perpecahan.
Levina NyT
Note: Kupersembahan sebagian kisah ini untuk suamiku tercinta.
          Di ikutsertakan dalam Naskah "aku dan suamiku"

CINTA DENGAN HAMPA

Kutangisi keberadaanmu, bukan karena kesedihan tetapi kehampaan
Dirimu bagai angin yang selalu menemani kesendirian
Berupa angin kehangatan, Menghangatkan tubuh kala kesepian dan kepiluan
Kuharapkan engkau menjadi bunga dalam harapan, harapan untuk kebersamaan
Kala aku menjadi kumbang dalam kebahagian
Bukan dalam kegelisahan karena yang ada penyerangan, menyerang suka citaku
Menyerang perasaanku yang selalu diradang kegelisahan dan kemurungan
Dimana kau kala aku duduk ditemani rembulan,
Dimana engkau kala aku menyusun masa depan…
Harapan ini masih akan kusimpan untuk kehadiran engkau yang menemani tidurku kala malam
Yang memenemaniku dalam secangkir teh hijau kehidupan
Serta jalanku yang panjang, untuk berpegangan tangan.
by Levina Nyt


di ikutsertakan dalam Lomba PUISI "LOVE INDIGO"

INFO BUKU :



Telah Terbit di LeutikaPRIO!!

Judul : Loves Indigo
Penulis : Wahyu Dessy

LOVE INDEED

LOVE INDEED



 “Ayolah Ratih pulanglah bersamaku”



 “ ngak mau, aku ngak mau diganggu… aku ngak suka sama kamu”.



Kala itu yang terpikirkan olehku jutru aku benar-benar tidak menyukainya justru yang ada kebencian. Sikap, tingkah dan perilakunya padaku justru membuatku malu. Rangga sering kali mempermalukanku dengan tingkahnya yang selalu merayu dan menggodaku dihadapan rekan kerja dan atasanku.



“Ratih biar semua tahu bahwa aku cinta kamu, aku nga peduli yang penting kau jadi milikku”.



 Rangga dunia ini kau buat sempit dikepalaku karena yang ada dan yang terlihat selalu prilakumu yang membuatku mulas dan keringatan. Apalagi disaat itu yang terpikirkan dia bukan lelaki yang hadir untuk menemaniku, diantaranya karena bukan tipeku.

Dari hari, bulan dan tahunpun berlalu bersamaan prilakunya yang menjengkelkan, dan tak mau menyerah justru seperti selalu menyerangku dengan posesif. Hari kebesaran Rangga pun tiba, kuingat kala itu, saat berkesan untuknya, saat pulang kerja  lembur dikala hujan,



“Ratih terimalah kebaikanku dan ketulusan ini untuk mengantarmu, anggaplah aku lelaki yang tidak menjengkelkanmu”.



Perkataannya justru menyadarkan sifatku yang terlalu berlebihan  menilainya, dan untuk pertama kalinya aku buka hati untuk menerima kebaikannya. Ternyata dia menjadi lelaki yang berubah kala berdua denganku meski masih sedikit menjengkelkan. Duniaku menjadi lebih tenang kala Rangga aku terima kebaikannya, haripun yang tahun belakang ada kelabu menjadi cerah dan indah, Rangga menjadi salah satu temanku dan tidak lagi menyerangku, apa mungkin ini strateginya untuk mendekatiku, tak peduli yang terpenting dia menjadi lelaki yang bersahabat dan sopan. Hingga tiba saatnya dia kembali katakana ketulusannya.



“Ratih aku benar-benar mencintaimu, tapi tak ada kata lainnya selain cinta kamu”



“Apa maksudmu Rangga, tak ada kata lainnya”



“Hanya cinta yang bisa aku berikan, tolong terima cintaku Ratih, Jangan buatku semakin merana”



Dengan teganya Rangga mengancamku, tetapi kupikir tidak ada ruginya untuk menerima cintanya, hingga kuterima cintanya, dan kamipun semakin dekat yang membuat tumbuh pula sayangku murni untuknya, murni karena proses panjang dan penerimaan, “nothing to lose” desahku. Banyak waktu telah kuhabiskan dengannya, hingga penuh kesan dan kedamaian, tapi apa yang terjadi,



“Ratih, engkau begitu baik dan aku bahagia mengenangmu, cintamu akan ku bawa sampai mati. Aku meski membahagiakan kedua orangtuaku dengan jodohnya yang dipilih untukku dan kaupun tahu dia telah kuperkenalkan denganmu”.



Ternyata Rangga begitu kejam dan teganya meninggalkanku, dia menghancurkan mimpiku. Dia hanya mengharapkan balasan cintaku. Waktu telah berlalu yang ada kini hanya menjadi kisah kepiluanku, dengan pilihan jalan terbagi waktu.

by Levina Nyt Siwalette



di ikutsertakan dalam lomba penulisan cerpen Leutika Pro Flash Fiction - Robin Wijaya.