Sudah menjadi hal biasa, setiap pernikahan mengharapkan kehamilan dibulan-bulan awal…. Begitu pula saya, kehamilan saya nantikan dari awal bulan pernikahan karena kekhawatiran atas pertanyaan sekitar “Udah hamil atau bulan?”. Tidak terlalu gencar tetapi doa diutarakan dalam hati dan praktek menuju kehamilan kami lakoni.
Menjelang 2 (dua) bulan pernikahan bersyukur positif hamil, awal pernikahan dan kehamilan menjadi hari-hari yang dipenuhi suka cita dan berwarna, meski ada kalanya lebih banyak fokuskan kepada adaptasi pernikahan itu sendiri. Hari sensitif dan kegelisahanpun tiba, aku meski beradaptasi dengan janin yang ada diperutku, ketika memasuki 3 (bulan) kehamilan dan ini hal yang sangat luar dari kebiasaanku…. muntah, mual, gelisah dan was-was menyelimuti keseharianku.
Aktivitasku kala kehamilan pertama bukan hanya sebagai Ibu rumah tangga saja, tetapi dibarengi dengan bekerja dan kuliah dihari saptu penuh, demi mengejar cita-cita yang masih tertunda ….. gelar sarjana serta ambisi untuk lebih maju. Karena dengan phisikku yang bisa dibilang sedikit kurus membuat suami suka menegur agar aku meski banyak makan bergizi dan minum susu Bumil (Ibu Hamil)…. Nah, inilah yang menjadi permasalahan utama, aku ngak sanggup atau tidak mampu minum susu. Tiap kali kuberusaha untuk meminum susu (terutama susu putih) menjadi muntah melebihi kadar susu yang masuk dalam perutku, dikatakan oleh dokter bahwa aku alergi susu, maka dengan gantinya meski banyak makanan yang mengandung protein dan kalsium. Sampai suatu saat aku berpikir bila ada kapsul yang buat aku kenyang dan bergizi lebih baik aku mengkonsumsinya daripada tersiksa seperti ini.
Dalam keletihanku, kadang kami sering kali dipertemukan dengan konflik komunikasi dan perbedaan pemikiran, kembali mengingatku kala kantor mengadakan liburan keBali (pada usia kandungan meranjak 3 bulan) dan dipersilahkan untuk membawa keluarga, aku mengundang Teguh sebagai suami untuk turut serta. H-1 kami pulang kerja dan keletihan, untuk berkemaspun aku sangat keletihan dan suamipun sama, ternyata paginya kami bangun terlambat yang semestinya jam 4 (empat) sudah bangun, kami bangun jam 5 pagi sedangkan pesawat jam 6.30 wib, kami bergegas dan berargumentasi, aku begitu sensitif di setiap jalan kutangisi keterlambatan ini karena sudah pasti tertinggal pesawat dengan rekan lainnya, benar adanya pesawat sudah menuju Bali, dan sialnya lagi aku ketinggalan bahan presentasi milik boss yang meski kuserahkan di Bali, meminta tolong kakak tetapi sungguh menjadi masalah yang bertambah, kudapati seorang kakak yang yang sangat lama datang dan menunggu…. Yaaa tapi nasib, semakin kutangisi semakin ironis, terpaksa kami membeli 2 (dua) tiket baru setelah kakak yang lama kunanti akhirnya datang juga dengan santainya. Inilah perjalananku yang pertama kali dengan pesawat, tibalah kami di Bali. Perjalanan baru bagiku dengan banyak cerita, tidak menikmati tetapi banyak hikmah yang kudapat, sangat menjengkelkan dengan kondisi kehamilanku aku meski ikut rombongan menaiki Ferry untuk kepulau seberang, disepanjang perjalanan tak ada nikmat bagiku yang ada muntah dan muntah…. Dibalik kepayahanku beryukur atasanku mengingatkanku… “Lihat Vina suami kamu dengan setia mengikuti dan menjaga kamu dimanapun kamu berdiri”, ku ingat dan kulihat dalam benakku berpikir meski hari-hari kami ada saja argumentasi tetapi sikap dia menunjukan berusaha untuk menjaga kondisiku, meski dengan kaku dan kecangungan dalam prosesnya.
Menjelang usia 8 (delapan) bulan, phisikku sudah semakin baik… berat badan bertambah dengan draktis dan semakin gemuk, guratan diperutku semakin banyak karena merasa gerah dan panas dikala malam hari membuatku lebih nyaman mengaruk bagian sisi tubuhku yang gatal dari dalam, lebih sering ku lakoni mandi tengah malam untuk menghilangkan kegerahan. Dengan kondisi tinggal dikontrakan aku merasa kontrakan ini semakin sempit dengan kebesaran tubuhku, kesana atau kesini sering kali menyenggol sesuatu. Bersyukur memiliki pembantu rumah yang pulang pergi, tetapi kesalnya kala si embak sedang ada konflik keluarga dia sering kali tidak masuk kerja, sehingga pekerjaan rumah tangga meski ku lakoni pula kadang diwaktu malam kala sepulang kerja, bersyukur lagi suami dapat membantu.
Dipertemukanlah dengan mingu-minggu yang dinanti, dokter menganjurkan agar kami lebih merangsang janin untuk menuju persalinan dan hal tersebut kami kerjakan, aktivitas jalan pagi dan lainnya. Sampai hari H kelahiran, aku belum menemukan tanda-tanda persalinan sehingga dokter begitu khawatir. Masa ke 3 pertemuanku dibulan ke Sembilan, dokter menganjurkan bila di hari senin aku tidak ada tanda-tanda persalinan atau mulas karena sudah melebihi harinya di 10 (sepuluh) bulan kandungan, aku meski di seccar, hal ini tidak diinginkan oleh kami terutama aku, selain itu menjadi bahan perbincangan pula di keluarga kami. Hingga Teguh mengajakku ke kebon teh di puncak Bogor, sesampainya di dekat masjid At-Tawun, Teguh memintaku untuk berjalan mengelilingi kebon teh disekitar masjid, kami naik turun puncak, hingga akhirnya sudah cukup letih, kami pulang. Besok harinya dengan kegigihan untuk berusaha, akhirnya tanda-tanda persalinanpun dipertemukan, malam itu juga sekitar jam 22.00 wib, kami berangkat kerumah sakit, dan suster meminta kami menginap, tetapi bersalinan tidak berlangsung malam itu juga…. Mulas yang berkepanjangan kurasakan, darah keluar dan seperti mau mengeluarkan sesuatu ku kembali ke toilet tetapi tidak ada yang keluar… aku tidak dapat mengkonsumsi makanan berlebihan hanya minum, doapun kami panjatkan… besoknya Teguh meski pulang dan bergantian dengan Ibu, ternyata masih mulas pula yang kurasakan, doa Ibu kudengar di berikan untukku serta anjuran dengan caranya tetapi membuatku justru semakin tidak nyaman. Ternyata naluriku memberi aba, kuhubungi Teguh untuk segera datang dia tertidur dirumah…. “ Ini saatnya aku bersalin”….
Tidak beberapa lama Teguh datang untuk menemaniku… sekitar pukul 3 sore, kami menuju ruang persalinan, ironis… dokter tak kunjung datang… yang ada suster dan Bidan, meminta aku untuk menahan nafas untuk tidak ngeden (merangsang bayi keluar karena khawatir bayinya keluar belum saatnya… karena aku rasakan dia sudah di ujung dan dapat tersentuh ditanganku selain itu bidan menahan kepala bayiku agar tetap pada tempatnya) 15 menit diruang bersalin… dokter datang… dia bersiap memintaku untuk menekan dan buang nafas pada hitungannya …. “ aku sudah tidak tahan” keluar dengan guntingan ternyata melebar dengan posisiku yang salah membuat robekan dan jahitan yang cukup banyak…. Aku mengalami pendarahan… dengan kelelahan dan rasa syukur kami panjatkan kepada Illahi Rabbi dan tangisan Teguh hadirlah bayi yang kami nantikan…. Lanika (nama yang telah kami persiapkan). Inilah pengalaman pertama perjuangan seorang ibu kini kurasakan dan telah kujalani, hingga ku menyadari pengorbanan Ibu begitu besar untuk kehadiran bayi yang dinanti… tetapi setelah melahirkan rasa letih itu telah dibayar dengan buah hati terkasih.
LevinaS
Di ikutsertakan dalam: LOMBA MENULIS 2011 'KEHAMILAN YANG MENAKJUBKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menghilangkan jejak kebaikan untuk komentar apapun sangat saya hargai.. salam