LOVE INDEED
“Ayolah Ratih pulanglah bersamaku”
“ ngak mau, aku ngak mau diganggu… aku ngak suka sama kamu”.
Kala itu yang terpikirkan olehku jutru aku benar-benar tidak menyukainya justru yang ada kebencian. Sikap, tingkah dan perilakunya padaku justru membuatku malu. Rangga sering kali mempermalukanku dengan tingkahnya yang selalu merayu dan menggodaku dihadapan rekan kerja dan atasanku.
“Ratih biar semua tahu bahwa aku cinta kamu, aku nga peduli yang penting kau jadi milikku”.
Rangga dunia ini kau buat sempit dikepalaku karena yang ada dan yang terlihat selalu prilakumu yang membuatku mulas dan keringatan. Apalagi disaat itu yang terpikirkan dia bukan lelaki yang hadir untuk menemaniku, diantaranya karena bukan tipeku.
Dari hari, bulan dan tahunpun berlalu bersamaan prilakunya yang menjengkelkan, dan tak mau menyerah justru seperti selalu menyerangku dengan posesif. Hari kebesaran Rangga pun tiba, kuingat kala itu, saat berkesan untuknya, saat pulang kerja lembur dikala hujan,
“Ratih terimalah kebaikanku dan ketulusan ini untuk mengantarmu, anggaplah aku lelaki yang tidak menjengkelkanmu”.
Perkataannya justru menyadarkan sifatku yang terlalu berlebihan menilainya, dan untuk pertama kalinya aku buka hati untuk menerima kebaikannya. Ternyata dia menjadi lelaki yang berubah kala berdua denganku meski masih sedikit menjengkelkan. Duniaku menjadi lebih tenang kala Rangga aku terima kebaikannya, haripun yang tahun belakang ada kelabu menjadi cerah dan indah, Rangga menjadi salah satu temanku dan tidak lagi menyerangku, apa mungkin ini strateginya untuk mendekatiku, tak peduli yang terpenting dia menjadi lelaki yang bersahabat dan sopan. Hingga tiba saatnya dia kembali katakana ketulusannya.
“Ratih aku benar-benar mencintaimu, tapi tak ada kata lainnya selain cinta kamu”
“Apa maksudmu Rangga, tak ada kata lainnya”
“Hanya cinta yang bisa aku berikan, tolong terima cintaku Ratih, Jangan buatku semakin merana”
Dengan teganya Rangga mengancamku, tetapi kupikir tidak ada ruginya untuk menerima cintanya, hingga kuterima cintanya, dan kamipun semakin dekat yang membuat tumbuh pula sayangku murni untuknya, murni karena proses panjang dan penerimaan, “nothing to lose” desahku. Banyak waktu telah kuhabiskan dengannya, hingga penuh kesan dan kedamaian, tapi apa yang terjadi,
“Ratih, engkau begitu baik dan aku bahagia mengenangmu, cintamu akan ku bawa sampai mati. Aku meski membahagiakan kedua orangtuaku dengan jodohnya yang dipilih untukku dan kaupun tahu dia telah kuperkenalkan denganmu”.
Ternyata Rangga begitu kejam dan teganya meninggalkanku, dia menghancurkan mimpiku. Dia hanya mengharapkan balasan cintaku. Waktu telah berlalu yang ada kini hanya menjadi kisah kepiluanku, dengan pilihan jalan terbagi waktu.
by Levina Nyt Siwalette
di ikutsertakan dalam lomba penulisan cerpen Leutika Pro Flash Fiction - Robin Wijaya.
“Ayolah Ratih pulanglah bersamaku”
“ ngak mau, aku ngak mau diganggu… aku ngak suka sama kamu”.
Kala itu yang terpikirkan olehku jutru aku benar-benar tidak menyukainya justru yang ada kebencian. Sikap, tingkah dan perilakunya padaku justru membuatku malu. Rangga sering kali mempermalukanku dengan tingkahnya yang selalu merayu dan menggodaku dihadapan rekan kerja dan atasanku.
“Ratih biar semua tahu bahwa aku cinta kamu, aku nga peduli yang penting kau jadi milikku”.
Rangga dunia ini kau buat sempit dikepalaku karena yang ada dan yang terlihat selalu prilakumu yang membuatku mulas dan keringatan. Apalagi disaat itu yang terpikirkan dia bukan lelaki yang hadir untuk menemaniku, diantaranya karena bukan tipeku.
Dari hari, bulan dan tahunpun berlalu bersamaan prilakunya yang menjengkelkan, dan tak mau menyerah justru seperti selalu menyerangku dengan posesif. Hari kebesaran Rangga pun tiba, kuingat kala itu, saat berkesan untuknya, saat pulang kerja lembur dikala hujan,
“Ratih terimalah kebaikanku dan ketulusan ini untuk mengantarmu, anggaplah aku lelaki yang tidak menjengkelkanmu”.
Perkataannya justru menyadarkan sifatku yang terlalu berlebihan menilainya, dan untuk pertama kalinya aku buka hati untuk menerima kebaikannya. Ternyata dia menjadi lelaki yang berubah kala berdua denganku meski masih sedikit menjengkelkan. Duniaku menjadi lebih tenang kala Rangga aku terima kebaikannya, haripun yang tahun belakang ada kelabu menjadi cerah dan indah, Rangga menjadi salah satu temanku dan tidak lagi menyerangku, apa mungkin ini strateginya untuk mendekatiku, tak peduli yang terpenting dia menjadi lelaki yang bersahabat dan sopan. Hingga tiba saatnya dia kembali katakana ketulusannya.
“Ratih aku benar-benar mencintaimu, tapi tak ada kata lainnya selain cinta kamu”
“Apa maksudmu Rangga, tak ada kata lainnya”
“Hanya cinta yang bisa aku berikan, tolong terima cintaku Ratih, Jangan buatku semakin merana”
Dengan teganya Rangga mengancamku, tetapi kupikir tidak ada ruginya untuk menerima cintanya, hingga kuterima cintanya, dan kamipun semakin dekat yang membuat tumbuh pula sayangku murni untuknya, murni karena proses panjang dan penerimaan, “nothing to lose” desahku. Banyak waktu telah kuhabiskan dengannya, hingga penuh kesan dan kedamaian, tapi apa yang terjadi,
“Ratih, engkau begitu baik dan aku bahagia mengenangmu, cintamu akan ku bawa sampai mati. Aku meski membahagiakan kedua orangtuaku dengan jodohnya yang dipilih untukku dan kaupun tahu dia telah kuperkenalkan denganmu”.
Ternyata Rangga begitu kejam dan teganya meninggalkanku, dia menghancurkan mimpiku. Dia hanya mengharapkan balasan cintaku. Waktu telah berlalu yang ada kini hanya menjadi kisah kepiluanku, dengan pilihan jalan terbagi waktu.
by Levina Nyt Siwalette
di ikutsertakan dalam lomba penulisan cerpen Leutika Pro Flash Fiction - Robin Wijaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menghilangkan jejak kebaikan untuk komentar apapun sangat saya hargai.. salam