Laman

Total Tayangan Halaman

Senin, 09 Mei 2011

Gemblong Mama



Dini hari, kala kami masih terlelap tidur mama telah siap sedia mengolah racikan yang telah disiapkan kemarin sore, 3 liter beras ketan yang telah di rendam, gula merah, kelapa parut dan kebutuhan lainnya sudah menemani mama didapur. Dandang hitam, pengorengan tebal dan kompor karatan adalah saksi dan teman mama dalam pemperjuangkan kebutuhan kami untuk membantu bapak membiayai kebutuhan bersekolah kami. Kelapa adalah hasil tanam dari kebon kami yang telah menghasilkan banyak buah, dua pohon kelapa tersebut adalah pemberian pemerintah daerah yang diberikan untuk mama bagi kader PKK yang telah membantu mensukseskan program keluarga berencanam (KB) dipelosok desa, dan mama adalah satu diantaranya. Inilah pembuktian mama, selain mengurus rumah tangga masih menyempatkan diri untuk bergabung dalam kebutuhan sosial sebagai kader yang peduli untuk memfasilitasi pemerintah memberikan training dan memperkenalkan KB.

            Mama mengerti sekali keletihan kami meski  hanya bermain, belajar dan membantu seadanya tapi mama tidak mengharapkan kami turut serta membantu didapur dari awal. Ketika olahan telah siap sedia dan sebelum kurun waktu  30 menit menjadi kue, tibalah saatnya mama membangunkan aku dari 7 bersaudara… yaa… kamilah penjaja makanannya sedangkan mama yang menjadikan bahan menjadi olahan dan siap saji untuk dijual. “Anik, ayo bangun” pinta mama padaku, dengan sigap kuhapus ngantukku dan berusaha membuka lebar kedua bola mataku hingga terlihat wajah mama yang tersenyum di antara redupan dan sinaran lampu kuning dengan watt kecil yang menyinari di antara wajah kami. “mama, udah jam berapa sekarang mah….?” Tanyaku. “Sekarang jam 4 pagi ayo siap-siap dan mandi sebelum adik-adikmu bangun lebih dahulu dan jangan lupa sikat gigi”. Aku lah anak pertama dari 7 bersaudara, dengan usiaku 15 tahun memiliki 3 adik laki-laki dan 3 perempuan.  Papa masih bekerja dimalam hari dan akan pulang kisaran jam 5 pagi, karena keletihan papa sehingga tidak memungkinkan untuk membantu kami mengurus kebutuhan dipagi hari. Sebagai anak pertama mama memintaku membantu dan memawakilinya dalam mengatur adik-adik mempersiapkan kebutuhan berdagang dan makan pagi. “mah, apa aku sudah boleh bangunkan adik sekarang”,  “boleh, bangukanlah”, seru mama. 

Kulihat jam telah menunjukan jam 4.20 pagi, satu persatu adik-adik kubangunkan, terutama laki-laki terlebih dahulu agar mereka dapat membantuku mengurusi kebutuhan kami sebelum berjualan. Terlihat dari kejauhan mama telah membentuk adonan menjadi bulatan-bulatan kecil sedang yang siap di goreng dalam cairan gula merah…. yaaa gemblong favorit kami telah siap sedia, gemlong itulah yang akan kami jual keliling dan ditawarkan pada lingkungan sekitar kadang kampung sebelah.  Semuanya telah bangun dan  sebagian dari kami membantu mama mengoreng gemblong, dan adik-adikku lainnya ada yang mempersiapkan sarapan pagi. Teh manis hangat, singkong rebus ditemani nasi goreng sudah tersaji dimeja makan. “maaf yaa, kalo nasinya udah agak dingin tadi mama masaknya agak awal”, berbarengan kami bersahutan: “nga apa mah!, enak kok!, heem makasih mah”. 
Mama duduk diantara kami, 3 tampah plastik ukuran sedang telah dilapisi daun pisang dan di isi masing-masing dengan sekitar 35 gemblong dalam sekali olah mama dapat menghasilkan sekitar 110  gemblong yang siap saji, kami berjualan berpasangan dan aku diminta mama membawa kedua adik kecilku agar mereka dapat terjaga dengan baik, kelucuan mereka memancing pembeli untuk menambah pembelian karena rayuan mereka, sedang Mia dan Adi serta Rama dan Lani perpasangan dengan arah penjualan yang berbeda. Setelah kami telah siap sedia, doa dan cium tangan mama tak pernah kami lupakan, berangkatlah kami dengan arah yang berbeda, Kepergian kami berjualan bukanlah waktu untuk mama peristirahat tetapi mama manfaatkan untuk berbenah dan mengurus kebutuhan kami kala tiba.
Sepulangnya kami dirumah, ada saja cerita dari masing-masing kami kala pulang dan berkumpul untuk menyerahkan hasil jualan. “maaf, mah tadi ada pembeli yang hutang, katanya ngak punya uang untuk bayar dan dia janji mau bayar besok kalau buah pepayanya sudah terjual dipasar” kata Adi dengan wajah merayu. “Ngak apa kasihan mereka juga pengen sarapan” sambut mama. “mah, tadi aku sedih karena dijalan ada yang manggil kami dengan seruan anaknya tukang gemplong dan bicaranya kasar sambil mengejek kami berdua”. Mama terdiam sejenak dan kembali katakan: “ngak apa sayang, buat mama yang penting kita dalam kebersamaan dan berusaha dan tidak merugikan orang lain”.
Mama begitu tabah menjalani semuanya, meski kadang ada keluh dari raut wajahnya, tetapi keluhan tidak pernah di ungkapkan lewat kata-kata. Yang kutahu dan selalu aku ingat mama mengajarkan bagi kami untuk mandiri dan berusaha dan tidak banyak menuntut atas sesuatu yang sulit untuk didapat dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Kini mama kukenang sebagai guruku dalam mengajarkan tabiat ikhlas dalam penerimaan dan pemberian Tuhan. Serta menjadikan aku sebagai pemimpin dalam menjalankan suatu tugas penting.
Penulis: Levina Nyt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menghilangkan jejak kebaikan untuk komentar apapun sangat saya hargai.. salam