Laman

Total Tayangan Halaman

Rabu, 23 Maret 2011

KELABU MENJADI PELANGI

Cepren ini di ikutsertakan dalam Lompa Cerpen FSBP
Penulis oleh: Levina Nyt

Kebahagian itu datang  ketika menjelang remaja, aku lahir dalam keluarga yang tidak utuh, ketika Bapak pergi  dan menikah lagi dalam kondisi aku masih Balita dengan teganya meninggalkan ibu seorang diri. kumenyadari kegelisahan dan kepanikan ibuku dalam unggapkan emosi selagiku kecil hingga menjelang remaja. Mama yang kutahu adalah perempuan gigih dengan kondisi tak mampu dia berjuang membesarkanku seorang diri.

Cercaan anak-anak di atas usiaku tak dapat kuhindari, kegelisahan dan kepanikan ibuku tak dapat kulawan, panggilan sebagian orang lain kepada ku dengan julukan “Eti pincang” juga tidak dapat kuredam. Kapan tepatnya kumenjadi dengan phisik seperti telah hilang dalam ingatan dan kulupakan, tetapi yang selalu menjadi jelas dalam ingatanku mama membenciku karena bathinnya merana menghidupi diri dan aku seorang diri, dengan emosi jiwa sering kali pukulan sampai ketubuhku, banyak bekas tersisa dalam tubuhku, mungkin salah satunya pendengaranku kurang berfungsi salah satu akibatnya.

Daerah tempat tinggal adalah daerah kumemperjuangkan harkatku bersama mamaku untuk tetap diakui dan dapat menetap disini, meski tidak banyak yang ingin bermain denganku karena kekuranganku, tetapi aku menikmati hidupku. Bangku Sekolah Dasar (SD) dapat kuperjuangkan dengan semampuku, meski tidak berprestasi, dapat ku lihat kegigihan mama membinaku untuk turut merasakan hidup selayaknya mahluk umum.

Ada suatu saat mama berbicara kepadaku: “ sana besok ke Bapak loe, minta uang buat loe sekolah, besok mama antar ya..”.

Esoknya kami datang kerumah Bapak dengan seadanya, sebelum sampai tempat tujuan Bapak tinggal, mama minta berhenti dan bilang: “biar mama tunggu disini ajah, nanti Eti kalo udah dapat uangnya kesini lagi ya..”.
Sampailah  dirumah Bapak bertemu dengan Ibu ke 2 (dua), Bapak menyapaku tanpa ekspresi bersalah begitu pula ibu hanya ekpresi seadanya, mencium tangan kedua orangtuaku adalah anjuran mama yang selalu kuingat, kusampaikan maksudku diberikannya uang Bapak kepadaku seadanya, mungkin saat itu hanya cukup untuk belanja sayur dua kali. Wah…. Kembali ku ingat betapa besar pengorbanan mama untukku, bila kurendungi Bapak yang tidak pernah menunujukan prilaku  bersalah dan berjuang untuk kami. Hanya beberapa saat setelah itu aku pamit pulang, dan bilang bahwa mama menunggu ku di ujung jalan.

Kusampaikan hasil yang ku dapat kepada mama, katanya: “Tega ya tuh orang, punya anak kaya nga punya anak”, sambil mata mama yang berkaca-kaca menuntunku pulang karena kondisi jalanku yang agak lama.
Mama bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) dikomplek dekat area perkampungan tempat tinggal kami, bila mama pergi pekerja dipagi hari buta, aku selalu sudah terbangun dan lekas mandi, tetap ku usahakan untuk sholat meski lafadh suaraku yang cadel dan pendidikan agamaku yang kumiliki se adanya, kuhadapkan wajahku pada Illahi Rabbi, ingat sekali usiaku masih menjelang 10tahun.  Pelajaran agama yang kudapat adalah dari tempat rumah tetangga yang miliki murid lebih dari 30, dengan pemimpin tunggal pemilik rumah yang mengajarkan, bila ia tidak sempat, jadi teman-temanku yang bergantian mengajarkan kepada teman yang lain untuk membaca lapadh Al quran karena kemampuannya melebihi dari yang diajarkan.
Kembali kusyukuri kebaikan Tuhan, untuk makan keseharian kami dibantu oleh majikan mama memiliki hati yang mulia, mama di ijinkan untuk makan siangnya dapat dibawa pulang dan berbagi denganku, gaji mama saat itu sebesar Rp. 250.000.- di tahun 2005 yang hanya cukup untuk membayar kontrakan rumah sebesar Rp. 100.000.- dan sisanya kep harian kami dan bayaran sekolahku. Karena mama ingin memiliki simpanan uang tambahan, dia rela untuk bekerja dua tempat, pada siang harinya bekerja untuk menyertika dan cuci pakian dirumah yang lain, teringat alasan kenapa mama bekerja dua tempat, dan disampaikan pada: “mama pengen kumpulin uang, dan ikut arisan buat simpanan kalo kita sakit, beli barang dan perhiasan anting buat loe”. Oo mama diberpikir bukan untuk makan apa hari ini, tetapi ada apa buat esok hari.

Tibalah kelulusan SD, mama menemani dalam pengambilan raport dan prosesku menjelang dan mendapatkan rayon SMP, bersyukur atas kemudahannya, aku dapat masuk ke SMP yang tidak jauh dari rumah tempat tinggal dan hanya berjalan kaki. Mama tersenyum bahagia, dan berkata: “mama nga akan nikah sampai Eti nikah lebih dulu, mama pengen Eti sekolah lanjut terus, besok kita kerumah Bapak loe, bilang kalo Eti butuh uang buat sekolah”.

Kali ini mama meninggalkan aku menginap dirumah Bapak untuk beberapa hari, ibu tidak begitu suka padaku, aku tidur diruang depan karena Bapak memiliki rumah tinggal seperti halnya aku rumah kontrakan, aku sampaikan bahwa aku udah lulus SD dan sekarang SMP dan butuh uang untuk kasih ke mama, Bapak bilang: “Bapak ajah uang nga cuma sedikit, nih ada buat jajan Eti ajah”. Aku terima apa yang didapat, dan kembali pulang bersama mama yang telah menungguku di ujung jalan. Mama sudah mengerti akan perihnya hidup, meski mama bukan penganut agama yang baik, tapi kutahu mama memiliki hati yang mulia, tidak pernah terbesik dipikirannya meninggalkan aku seperti Bapak tinggalkanku, tidak pernah buang aku, seperti sebagian orang lain yang kutahu dengan alasan tidak mau memiliki anak yang cacat dan menyusahkan.

Mama mendidikku dengan caranya, dengan keras pikirannya, serta dengan hati yang dipenuhi luka, tapi dia selalu menemani tidurku, menjagaku dari gelap dan hujan dan tidak pernah lupa memberi makanku meski kurang dalam sehari. Hari besarku tiba, kelas satu SMP dapat ku nikmati bersama teman-teman yang mau menerima apa adanya aku, tubuhku kembali lebih berkembang dan pengembang, aku menjadi anak yang menjelang remaja, dengan kebersihan kulitku dan indahnya rambutku, terlihat lebih anggundan cantiknya diriku meski phisikku kurang.
Suatu hari datanglah teman kerja laki-laki beserta mama, diperkenalkannya aku kepadanyan, dia seorang supir majikan mama yang sedang dekat dengan mama. Malam harinya mama sampaikan kembali padaku: “Mama nga akan kawin sebelum Eti ada yang urus”, aku hanya diam terpaku. Pagi menjelang seperti biasa mama kembali pergi bekerja dipagi hari, ketika siang tiba sebelum kuberangkat kesekolah, tiba-tiba datang teman mama “Pak Supri”, dia datang tanpa mama, aku bertanya: “ngapain, mama enga ada Pak!” dia bilang: “mau main, ketemu Eti” , sambil tersenyum padaku, dia minta masuk dan tak ku ijinkan. Kembali dia bicara: “Eti, punya uang ngak buat jajan”, ku jawab: “ngak!”, Pak Supri: “ini Bapak kasih”, aku menolak dan kembali disampaikan: “nga apa terima ajah”. Ternyata ada maksud dia dibalik itu, sedalam hatiku sampaikan, aku begitu polosnya dan belum mengerti apa-apa dia meminta aku untuk menutup mata, dia melakukan apa yang dia mau, dan aku merasakan seluruh tubuhku bergetar yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, seperti ku dibawa dalam dunia lain bersamanya,  aku berkata: “jangan, Pak! Nanti mama marah”, Bpk. Supri: “mama nga akan tahu kalo Eti nga kasih tau”. Pada akhirnya aku terhanyut dalam kesepian, aku terhanyut dalam kesakitan, aku terhanyut dalam emosi jiwa yang terlarang”, Bapak Supri telah merampasku dengan caranya, memanfaatkan kondisiku, memanfaatkan situasiku yang kesepian dan haus perhatian. Tak ada emosi jiwa dalam diriku yang ada hanya kekosongan dan selembar uang Rp. 20.000.-.
Ketika kubertemu mama pulang, tidak ada yang dapat kusampaikan, hanya kebingungan dan kebodohan yang menjadi simbolku selama ini. Bapak Supri telah memanfaatkan keadaanku, dia telah mengerti akan keadaan dan situasiku. Hal ini menjadi lembaran kelabu perjalananku, untuk hari berikutnya kembali dia ketempat ku tanpa kehadiran mama. Aku dirasuki prilaku bodoh dan  kebisuan.

Pada saat hari libur kembali permintaan mama agar aku menemui bapak karena butuh uang tambahan. Aku kembali menginap dirumah Bapak untuk beberapa hari, ku beranikan diri dan ceritakan pada yang terjadi pada diriku, karena kutak mampu meredam seorang diri, kubutuh sosok yang dapat melindungiku dalam keterbatasanku dan akhirnya ku utarakan dengan caraku kepada Bapak, yang ada Bapak tanpa ekspresi dia justru berprilaku sama, dia meminta aku untuk mempraktekan kepadanya. Aku tidak mengerti keberadaanku, yang jelas aku turuti apa yang diminta Bapak karena dia mengancamku.
Kuceritakan prilaku Bapak kepada mama, begitu murkanya mama, dan berkata: “bejatnya Bapak loe, teganya Bapak loe, anak sendiri ajah dimakan” mama menangis terisak-isak dan terlihat semakin sulit untuk memaafkan Bapak. ku ingat ketika itu, esoknya mama memberanikan diri bertemu Bapak, dan murka, berkelahi dengan omongan, aku tidak bisa berbuat apa-apa, mama hancur. tetapi mama tidak dapat bertindak apa-apa dan juga tidak mau berbuat apa-apa, begitu pula aku.

Hidup terus berjalan, suatu hari awal kelas dua SMP, aku dipertemukan dengan teman ngaji dahulu yang usia jauh diatas ku, dia ku panggil mba Rania, begitu baik dia menyapaku dari kejauhan dan sampaikan: “Eti, masih ingat saya, yang dulu teman ngaji, aku jawab: “ingat dong mba”,  dia mengajakku untuk main ketempat tinggal suatu saat nanti. Tak ku siakan tawarannya, esok harinya disore hari mampir ke rumah mba Rania, kutemani aktivitasnya bersama anaknya, meski ada pembantu yang menemani, aku berusaha membantu sebisaku untuk urusan kecil-kecil, dia memberikan akan makanan, dan sampaikan: “Eti, kalo lapar kesini ajah”. Mba Rania adalah tempat kucurahkan kegundahan dan kegalauanku, tempat curhat yang bersedia mendengarkan kesedihanku. Mba Rania tanpa segan menasehati dan mengarahkanku untuk tetap percaya diri dan melindungi diri, dia meminta aku jangan mengulangi prilaku negative dan meski jangan nyusahin mama, “mama Eti emosinya tinggi kalau lagi emosi meski dihindari”, katanya.
Ternyata keadaaan memisahkan kami untuk sementara, mba Rania berserta keluarganya pindah rumah dan tinggal ditempat yang agak jauh.

Tibalah kesedihanku yang berikutnya, mama tidak sanggup menyekolahkanku, dan hanya mampu di pertengahan semester dikelas 2 SMP dan pada akhirnya putus sekolah, sebagian teman dan guru yang kenal baik dan berbaik hati sangat sedih atas kepergianku.
Karena usia begitu cukup bagiku, aku berusaha untuk berkerja apa saja, bersyukur anak majikan mama sudah kenal baik denganku dia setiap kali dia kesepian dirumah dia meminta aku menemaninya, dan aku dapat turut serta makan dan uang saku darinya. Tidak beberapa lama ada teman mama yang meminta agar aku dapat berkerja mengasuh anak, dan kujalani. Karena keterbatasanku, banyak sekali dipertemukan dengan hambatan emosi jiwa dan phisik, hingga hasil pekerjaan yang kuberikan tidak selayaknya orang normal, yang sering kali membuat orang lain kecewa, tetapi sejauhku mengetahui meski diriku sering kali pindah kerja dimana temanku berkerja, aku selalu dipertemukan dengan orang-orang yang mengerti keberadaanku. Hingga pada saatnya masa puberitas tiba, aku ingin bergaul dan nongkrong dengan sebagian teman yang mau menerimaku, dia mau bergaul denganku, kami kebablasan sebagai pergaulan remaja yang rata-rata “broken home” atau pendidikan dan materi keluarga yang pas-pasan. Tetapi kembali kukatakan Tuhan begitu baik kepada diriku, aku diperkenalkan dengan laki-laki yang berawal dari sms-an, tanpa tatap muka selama berminggu-minggu dan pada akhirnya kami suka on-line di jam bebas bayar hingga waktu menjelang pagi, setelah beberapa bulan komunikasi, Radit, cowok sms-an mengharapkan pertemuan, dia ingin bertemu denganku dan teman-teman mendukungku, tibalah saatnya ku utarakan kepada mama, dan mama katakana: “Eti kalo punya cowok bawa kerumah kenalin mama dan jangan kenalan diluar yaa..”. aku turuti nasehat mama, kusampaikan pertemuan di rumah. Radit hanyalah seorang kenek bangunan, yang mau serius kepadaku, jauh hari telah kusampaikan penjelasan tentang phisik dan keadaanku, kuceritakan pula kondisiku, dia sampaikan mau menerima apa adanya aku.

Sampailah malam yang ditunggu, tepat usiaku menjelang 21 Tahun, Radit dating kerumah kontrakan kami, dengan membawa boneka kecil dan coklat, dia menggapai tanganku dan memperkenalkan diri, untuk phisik dia biasa dan hatinya bagiku luar biasa. Seminggu dan pada akhirnya sebulan berjalan, Radit tidak mundur sedikitpun, tetap menghubungiku dan mengharapkan pertemuan selanjutnya. 3 (tiga) bulan berjalan bersamanya, tanpa ada prilaku yang tidak selayaknya, dia tidak pernah menyentuhku, yang kutahu dan selalu ku ingat tiap kali bertemu dia hanya memberikan tangannya untuk menyalamiku.

Hari bersejarah dalam hidupku pun tiba, Radit melamarku dengan caranya, dia memintaku untuk menjadi istrinya, kusampaikan kepada mama, mama berkaca-kaca dan terharu…. Mama mengucap syukur dengan ekspresi wajah yang pertama kalinya dalam hidupnya kutemui sinar kebahagiannya. Aku terima pinangannya, dengan kesederhanaan pernikahan kami dan saksi-saksi hanya beberapa keluarga inti termasuk Bapak, pernikahan berjalan lancar. Tuhan, semakin kutahu kebesaran dan sinaranmu, kau hidupkan kembali aku dan pupuk aku bersama mahluk yang bersedia merawat dan menjagaku dan menggantikan mama dihari tuanya. Segalanya kuceritakan kembali kepada Mba Rania yang ternyata kembali tinggal didekat daerah tinggal semula, tetapi kini Mba Rania dan suami sudah lebih mampu dalam ekonomi dengan kondisi lebih baik tinggal dengan rumah baru. Dia sampaikan turut bahagian atas perubahanku, yang jelas dia begitu bahagia mendengar ceritaku dan suka cita, serta memintaku untuk bekerja dirumahnya mengisi kekosongan waktuku ketika suami bekerja diluar kota. Tibalah saatnya yang dinanti, aku hamil, Tuhan mengijinkanku untuk mengandung, dan mba rania memintaku untuk berhenti bekerja sesuai kesepakatan, hubungan komunikasi kami tetap berjalan hingga hari kebahagianku berikutnya malaikat kecil lahir dengan sempurna lebih dari aku meski pada saat itu adalah perjuangan terbesarku dikarenakan  phisikku yang lemah, tetapi kebaikan orang sekitarku terutama suami dan mama mendukung aku untuk tetap bertahan dan membesarkan anakku, Tuhan begitu baik, dan menempatkanku dalam keindahan dan suka cita bersama keluarga yang seutuhnya, dan mama yang tak pernah henti menemaniku. Mama kasihmu dan lukamu telah membalut perjuangan kita untuk tetap bertahan. Titip salam selalu untuk suami dan mama yang terkasih, Terima kasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menghilangkan jejak kebaikan untuk komentar apapun sangat saya hargai.. salam