Pemulihan Qolbu/Levina Nyt
*Tulisan Terpilih dalam 37 RAMADHANKU yang diselengarakan oleh Syakue Ya Syakue (terima kasih)
“Jiwa ini masih rapuh”, desah Tika dalam hati, tiap kali aku mengenang perjalanan hidup aku merasa hidup ini terlalu datar dengan selalu meratapi kesedihan jiwa. aku adalah gadis belia yang hingga meranjak dewasa dipenuhi dengan kegelesihan dikarenakan perjalanan kehidupan rumahtangga orangtua dengan perbedaan arah dan tujuan beragama yang disemai ayah ibuku kepada kami. kami 5 bersaudara, dua diantaranya memeluk Islam sama halnya sepertiku dan sisanya mengikuti agama yang dianut ayah. Memang sulit dimengerti bagi oranglain yang tidak merasakan apa yang kami rasakan, karena pada akhirnya kami harus benar-benar mengerti arti toleransi beragama.
Perbedaan ini sudah sangat menyatu dalam kehidupan kami, sehingga untuk memeluk agama yang sesungguhnya, jauh dari kata baik dan masih perlu banyak revisi. “teteh, aku dipenuhi gelisah! Kebinggungan dan kehampaan selalu menyelimuti hariku” desahku pada kakak. “Lebih tenanglah kamu, ‘dik, serta banyak-banyak berdoa, insyaAllah kita akan diberi pentunjuk untuk lebih baik lagi dalam beribadah”, ucapan kakak sambil mengelus punggungku agar diriku lebih nyaman.
Sepiku semakin menjadi kala usia meranjak 19 tahun meski diriku banyak dikelilingi kawan dan ada beberapa kegiatan yang kutekuni, tetapi hati ini begitu hampa, aku merasakan ketidaktenangan dalam menjalani rutinitas. Kusempatkan merenungkan perjalanan hidup yang telah kulewati, ada airmata jatuh dalam gelisah tapi kecewa tak pernah muncul, yang ada hampa. Aku hanya dapat mengadu dalam bicara, bicara dengan hati dan airmata. Mungkin pada saat itu kuharap Allah mengerti apa yang kusampaikan. Dalam doa aku hanya terdiam dan terpaku, Ustadt pernah katakan “dalam diam Allah mengerti apa yang kau utarakan bila tak tenang ambilah wudhu agar membersihakan jiwa dan pikiran”. Kulakoni dan Alhamdulillah hatiku lebih baik, “apakah ini proses perubahanku”, ucapku dalam hati.
Meski hanya terdiam dalam masjid untuk beberapa jam aku sudah cukup tenang, kadang sampai tertidur ketika keletihanku memuncak dalam luapan airmata. Tak sadarkan diri seorang ibu membangunkan “Dik, bangun dah masuk sholat Isya”, “MasyaAllah”, kutengok jarum dalam waktu setengah jam Allah membawaku dalam ketenangan menutup mata, Dia menidurkanku dalam pangkuan kasihNya serta telah membawaku setengah jam dalam cahaya diluar kebisingan dan kotornya jiwa. Masjid Al Azhar saksi bisu tempatku mengadu dan diantara tempat perbaikan ibadah untuk kepadanya pemilik diri. Aku begitu tenang ketika berada didalamnya meski hanya sendiri, tanpa keluarga maupun teman yang menemani. Pikirku, aku ingin mengadu aku ingin bicara, masjid adalah rumah keduaku yang membawa kedamaian hati dan nuraniku.
Bapak Marbot, tersenyum menyapaku: “datanglah dihari minggu, banyak kegiataan keagamaan disini. Mbak akan memiliki banyak kawan disini”, “baik, pak!” sambutku. Dia sepertinya sudah mengenalku dan menyaksikan aku tanpa sepengetahuan. Dia tahu apa yang kulakukan disini dan menuntunku untuk kearah kebaikan jiwa.
Bekerja adalah rutinitasku yang kadang kurasakan menjenuhkan, “aku butuh siraman”. desahku kembali dalam hati. Bila bus umum telah dipenuhi dan sesak oleh penumpang aku biasa mengalihkan dengan naik kendaraan pribadi atau biasa disebut omprengan yang siap mengantar ke arah yang sama. Supir atau pemilik kendaraan kadang memaklumi kelelahan kami, dia nyalakan radio dengan nyanyian-nanyian merdu, tiba-tiba aku begitu serius menyimak kala suara penyiar menyampaikan adanya siraman rohani untuk bekerja atau pemuda-pemudi oleh Ustadt Arifin Ilham yang mengadakan pesantren kilat saptu-minggu, “untuk pendaftaran dapat menghubungi…. “ kucatat nomor telepon pendaftaran. Esok harinya kusampaikan pada teteh ternyata minat samahalnya denganku, kami daftar untuk berdua.
“Inilah yang dinamakan pesantren kilat”, sapaku pada teteh. Sekitar 20 peserta mengikuti. Moment yang tepat untuk pembenahan memasuki bulan Ramadhan yang akan tiba dalam seminggu. Kami ikuti kegiatan dengan banyak tanya dihati. Alhamdulillah meski kaku kami dapat berbaur dengan baik. Ternyata karakter dan pemikiran kami banyak serupa dengan lainnya, kebanyakan dari kami yang ikut serta adalah pekerja yang haus pendidikan Islam dan siraman rohani. Kami diajarkan komunikasi secara muslimah/muslimin, sholat berjamaah, berdiskusi, dan sholat tahajud bersama. Dan satu hal yang sangat menyentuh qolbu, aku terbawa dalam menyadari diri dan arti diri ini, qolbu kami dijamah olehNya, lewat zhikir dan ratapan mengingat dosa. Ya…. Allah kau maha tahu atas diri ini, kau yang berhak atas qolbuku, kau angkat aku dalam keterpurukan. Begitu menyesakan napasku atas dosa yang telah kuperbuat.
Ramadhan datang dalam usiaku ke 25 tahun, aku begitu banyak goncangan. Dalam malam aku begitu ketakutan, mengingat dosaku dalam perihku. Ya Allah sampai sampai saat ini akupun masih belum dapat mengenal sosokku, aku selalu membutuhkan bimbinganmu. “Tika, banyaklah berzhikir dan berdoa, jangan pernah lupa untuk berwudhlu agar kamu lebih tenang serta menyejukan jiwamu” pinta dan nasehat ustadt yang selalu ku ingat. Meski begini dalam dudukku aku selalu mengingat Allah walau dalam keluh.
Puasaku lebih mendapatkan ketenangan tahun ini, aku sudah sedikit banyak belajar menutup aurat walau masih perlu banyak diperbaiki dalam penampilan dan sikap, “Yaaa, proseslah dan istiqomah yang membawaku kepada kebaikan”. Meski ramadhan seperti tahun sebelumnya yang hanya dijalani oleh sebagian dari kami, tetapi tahun ini begitu bermakna untukku, kami dapat mengajak Ibu untuk mengujungi beberapa masjid untuk sholat tarawih dan mendengarkan ceramah, serta melihat cahaya-cahaya Ilahi diwajah-wajah khalifah yang berseri. Didekat dan dalam rumahNya kami begitu tenang dan dalam zhikir bersama. Kami yakini, meski mama selalu meratapi dan menyesali perbedaan diantara kami, setidaknya dengan kebersamaan diantara sebagian kami akan membawa mama dalam ketenangan jiwa.
Kunjungan kemasjid membawa kami kebersamaan, untuk berbagi dan menikmati kenikmatan berbuka bersama. Meski hanya dengan segelas air teh manis dan 1 butir kurma yang kami konsumsi, tetapi nikmat yang tak terhingga bila kita benar-benar dapat memaknai arti puasa dan kesabaran serta berbagi. Berpuasa yang awalnya aku rasakan hanya menahan haus dan lapar, kini mengajarkan untuk berbagi yang sesungguhnya serta turut serta benar-benar mengerti arti penderitaan orang lain yang yang kesulitan dalam mengkonsumsi asupan makanan. Dan pembelajaran terpenting lainnya tubuh ini istirahat dengan tenang dengan seharian tidak dipergunkan dapat menyehatkan kembali organ-organ tubuh dalam saluran pencernaan.
“Waaaow, apa kita meski duduk bersila seperti mereka”, sapa temanku pada kami yang sedang tertegun ketika telah sampai dipintu aula masjid yang telah dipenuhi oleh muslimin/muslimah yang telah bersiap untuk berbuka bersama dengan teratur dan tenang, yang terdengar hanyalah bisikan suara dan anak-anak yang kegelian dibencandai oleh kakak atau kawan disampingnya. “iya, duduk seperti itu agar teratur dan tenang” sahut Mila pada kami.
Dalam berpuasa, aku mengerti bahwa tubuh ini akan kembali kepadanya dalam bersih, bersih dari kotoran-kotoran dari asupan makanan yang kita konsumsi serta mengingat kita bahwa sebulan penuh untuk benar-benar kita memberikan kasih sayang kepada Allah. “Tika, bawalah diri kamu dalam ketenangan jiwa bersama Allah dan manfaatkanlah bulan ramadhan ini untuk beribadah, tolong doakan ibu untuk diampuni, jangan kau ulang kejadian yang sama”. bilang mama kepadaku ketika bantu untuk persiapkan buka bersama. Ayah mengerti bulan puasa, maka puasa dengan caranya agar tidak merepotkan mama. Pada saat jam berbuka papa pun turut serta berbuka bersama.
Ketika kulihat keduaorangtua, aku semakin menyadari mereka tidak ingin diadili oleh kami, mereka telah memilih jalannya dan kami adalah bagian dari mereka. Aku berusah untuk tidak pernah menyesali keluarga ini, karena ini adalah kehendakNya kami berkumpul dalam keluarga ini.
Perjalanan Ramadhan ini begitu bermakna, hasil dari pesantren kilat yang aku jalani, teteh dan aku memiliki kawan yang mengajak kami untuk bergabung dalam organisasi rohani, dan sampailah kami bergelut dan menimba ilmu bersama hingga ramadhan ini. Ramadhan dan organisasi membawa kami terdidik untuk bersosial dan merasakan kepiluan dimalam berkah bagi kaum yang kurang tersentuh oleh kenikmatan ramadhan.
Dimalam tertentu jelasnya malam saptu dan minggu kami sempatkan untuk berbagi nikmat, dengan sebungkus nasi beserta lauk pauk kami berkeliling berkendara, memberikan makanan tersebut di jam 2 pagi. “Jakarta diwaktu dini, beda banget yaah sama yang pernah kubayangkan, aku dapat berkumpul bersama keluarga dalam rumah dan menyiapkan sajian sahur bersama, sedangkan mereka menunggu makanan datang dan berharap untuk sahur bersama keluarga dengan nasi bungkus ini” kata satu diantara kawanku. “Ya, Allah… bagaimana cara mereka memaknai ramadhan” desahku dalam hati. Mereka butuh siraman, bukan hanya makanan, butuh kepastian.
Kami ngobrol sejenak ketika tiba dikunjungan kedua dan ngobrol dengan sekumpulan pemulung tengah kota yang tinggal dipinggiran bantaran kali ciliwung kawasan kampung melayu menuju pasar jatinegara. Mereka tersenyum dan terucap kata “terimakasih mba, dari tadi kami tunggu laper banget“, langsung di makannya dengan lahapnya. Ternyata memang kebiasaan ini telah diketahui oleh mereka yang dilakukan tiap dini hari dibulan ramadhan, bukan hanya kami dari donator lainnya di masjid atau yayasan yang berbedapun sama melakukan kunjungan seperti ini, dengan lokasi-lokasi yang berbeda.
Kumpul dimasjid untuk berbuka puasa tidak dapat sepenuhnya kulakoni bersama ditiap sore kala magrib akan akan tiba, kantor tempatku bekerjapun telah mealokasikan dana untuk yang berpuasa agar dapat berbuka bersama dikantor, dan hal ini menjadikan kebersamaan bagi kami untuk pemeluk islam setelah waktu berbuka tiba tidak ada batasan antara atasan dan bawahan, karena menyeantap makanan yang sama yang disajikan dalam meja yang sama, tak lupa sesudahnya kamipun diajak untuk sholat magrib berjamaah. Hal ini menjadikan kami menyadari terutama atasan-atasan kami bahwa kami adalah beragama, dan dunia kerja meski dipenuhi dengan aturan agama agar persaingan sehat yang muncul bukan prilaku-prilaku negative yang menguasai kinerja kita.
Ramadhan tiap tahunnya membawa kisah dan cerita buat pemulihanku, aku semakin dapat memaknai berpuasa dengan kebaikan-kebaikan jiwa dan diawali dengan suka cita dalam menyambutnya. Sedangkan keluarga menjadikan ramadhan pemulihan jiwa dan perbaikan-perbaikan terutama bagi Ibu, karena dialah yang memiliki qolbu serta Allah berkuasa atasnya maka ramadhan dijadikan mama tempat mengadu dan memohon ampunan sama halnya bagi kami, yang selalu dan tak lupa untuk memohon petunjuk bagi kedua orangtua kami, dan memohon untuk selalu dalam perbaikan jiwa. Amin.
Jatibening, 08 Mei 2011
Biodata
Levina Nyt nama pena, nama lengkap: Levina Novi Yanti kelahiran Jakarta 26 Oktober 1977. Pendikian terakhir Sarjana Sosial (Ssos) jurusan Administrasi Niaga, berkeluarga dengan 2 putri 1 putra serta bekerja di kantor hukum Law Firm Wintama & Co. sebagai Operational Head. Kegemaran menulis juga puisi. Organisasi YISC Al Azhar (2001-2004). Alamat FB: Levina Nyt Siwalette, email: leviyanti@yahoo.com, Blog: http//levilani7.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menghilangkan jejak kebaikan untuk komentar apapun sangat saya hargai.. salam